Lihat ke Halaman Asli

Frans Leonardi

TERVERIFIKASI

Freelace Writer

Mungkinkah Kita Memperbaiki Minimnya Minat Baca Masyarakat?

Diperbarui: 7 Februari 2025   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi membaca(Freepik)

Coba bayangkan sebuah masyarakat yang setiap individunya memiliki kebiasaan membaca, memahami informasi dengan kritis, serta mampu membedakan mana fakta dan mana hoaks. Sebuah peradaban yang maju, di mana pengetahuan bukan hanya sekadar konsumsi, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Sayangnya, kondisi di Indonesia masih jauh dari gambaran ideal tersebut.

Masalah rendahnya literasi di Indonesia bukan sekadar opini tanpa dasar. Laporan dari UNESCO menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, bahkan hanya 0,001% dari total populasi yang benar-benar memiliki kebiasaan membaca. Sementara itu, PISA (Programme for International Student Assessment) yang dikeluarkan oleh OECD secara konsisten menempatkan Indonesia di peringkat bawah dalam hal kemampuan membaca, memahami, serta menganalisis teks. Ini bukan sekadar angka yang bisa diabaikan, melainkan sebuah sinyal bahaya yang harus segera disikapi.

Yang lebih ironis, Indonesia justru berada di peringkat atas dalam hal penggunaan media sosial. Data dari We Are Social menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan sekitar 3---4 jam sehari untuk mengakses media sosial, tetapi membaca buku selama 15 menit saja terasa berat bagi sebagian besar orang. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin kita akan menjadi bangsa yang konsumtif dalam menerima informasi, tetapi miskin dalam pemahaman dan analisis kritis.

Lantas, apakah ada cara untuk memperbaiki kondisi ini? Apakah masih mungkin membangun budaya literasi di tengah derasnya arus hiburan digital dan rendahnya kebiasaan membaca? Mari kita telusuri lebih dalam akar masalahnya dan mencari solusi yang benar-benar efektif.

Mengapa Masyarakat Kita Enggan Membaca?

Minimnya literasi di Indonesia bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja. Ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini, mulai dari budaya, ekonomi, hingga kebijakan pendidikan yang belum sepenuhnya mendukung tumbuhnya kebiasaan membaca.

Salah satu penyebab utama adalah tidak terbentuknya kebiasaan membaca sejak dini. Banyak anak-anak di Indonesia yang tumbuh tanpa akses terhadap buku bacaan yang menarik dan edukatif. Di beberapa daerah, perpustakaan masih menjadi fasilitas yang langka, sementara di lingkungan keluarga, budaya membaca sering kali tidak dianggap sebagai kebutuhan.

Di sisi lain, metode pendidikan di Indonesia lebih menekankan hafalan dibandingkan pemahaman. Siswa sering kali dipaksa untuk menghafal materi tanpa benar-benar memahami isinya. Akibatnya, membaca tidak lagi menjadi aktivitas yang menyenangkan, melainkan hanya kewajiban untuk mendapatkan nilai bagus di sekolah.

Faktor ekonomi juga berperan dalam memperparah kondisi ini. Harga buku yang relatif mahal membuat banyak masyarakat kelas menengah ke bawah enggan untuk membeli buku. Meskipun kini sudah tersedia berbagai sumber bacaan gratis di internet, akses terhadap bacaan berkualitas masih terbatas bagi sebagian besar masyarakat yang belum terbiasa mencari referensi yang kredibel.

Lebih jauh, pengaruh teknologi digital juga menjadi tantangan besar. Saat ini, perhatian masyarakat lebih banyak tersita oleh konten-konten instan seperti video pendek dan unggahan media sosial. Platform digital memang memiliki potensi besar untuk meningkatkan literasi, tetapi jika tidak dimanfaatkan dengan baik, justru dapat menjadi distraksi yang semakin menjauhkan orang dari kebiasaan membaca yang mendalam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline