Lihat ke Halaman Asli

Frans Leonardi

TERVERIFIKASI

Freelace Writer

Menilik Program Makan Bergizi Gratis di 100 Hari Kepemimpinan Prabowo-Gibran

Diperbarui: 23 Januari 2025   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo dan Gibran (Tangkapan layar kanal YouTube Kompas TV)

Sejarah mencatat setiap awal pemerintahan sebagai momen penting untuk mewujudkan perubahan. Bagi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, 100 hari pertama memimpin Indonesia menjadi batu loncatan untuk menunjukkan komitmen terhadap janji-janji yang mereka gaungkan selama kampanye. Salah satu janji yang paling menonjol dan menjadi perhatian luas adalah program makan bergizi gratis yang bertujuan mengatasi masalah gizi buruk, stunting, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Namun, 100 hari yang telah berlalu ini memunculkan pertanyaan besar: apakah program tersebut telah berjalan dengan baik? Bagaimana tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya? Meski niat dan gagasan program ini mulia, realitas di lapangan menunjukkan bahwa perjalanannya masih penuh tantangan. Mari kita telusuri lebih dalam.

Luka Lama yang Belum Sembuh

Masalah gizi buruk di Indonesia bukanlah isu baru. Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4%. Sementara itu, tingkat anemia pada ibu hamil mencapai 48,9%, yang berisiko memengaruhi kesehatan janin dan berujung pada regenerasi masalah gizi lintas generasi. Data ini menggambarkan kondisi genting yang membutuhkan solusi mendesak.

Program makan bergizi gratis yang diusung Prabowo-Gibran diharapkan menjadi jawaban untuk memutus mata rantai permasalahan tersebut. Dalam rancangan awalnya, program ini tidak hanya menyediakan makanan sehat bagi masyarakat kurang mampu, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pola makan bergizi.

Namun, sejauh ini, realisasi program tersebut masih menghadapi banyak kendala. Bahkan di beberapa wilayah, distribusi makanan bergizi ini belum sampai ke sasaran yang membutuhkan.

Program Belum Menyentuh Seluruh Lapisan

Implementasi program makan bergizi gratis menghadapi hambatan yang cukup kompleks. Salah satu tantangan utama adalah ketimpangan akses antara daerah perkotaan dan pedesaan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, program ini relatif mudah dijalankan. Pemerintah daerah memiliki sumber daya yang lebih memadai, mulai dari infrastruktur hingga tenaga kerja untuk mendukung distribusi makanan.

Namun, situasinya berbeda di daerah terpencil, seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, atau Kalimantan Tengah. Infrastruktur yang belum memadai menjadi kendala besar dalam mendistribusikan makanan bergizi. Dalam beberapa laporan, terdapat keluhan bahwa bahan makanan yang dikirim sering kali sudah tidak layak konsumsi akibat perjalanan yang terlalu lama atau fasilitas penyimpanan yang kurang memadai.

Lebih dari itu, kendala koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga memperlambat pelaksanaan program ini. Beberapa kepala daerah menyebutkan bahwa instruksi terkait program makan bergizi gratis tidak disertai dengan panduan teknis yang jelas. Akibatnya, banyak daerah yang kesulitan mengalokasikan anggaran secara efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline