Lihat ke Halaman Asli

Frans Leonardi

TERVERIFIKASI

Freelace Writer

Gen Z dan Ancaman Obesitas yang Menghantui

Diperbarui: 20 Januari 2025   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Menimbang Berat Badan. Pixabay.com/geralt 

Era digital telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berinteraksi. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan teknologi, muncul berbagai tantangan yang mengancam kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda. Generasi Z, yang lahir di antara tahun 1997 hingga 2012, menjadi salah satu kelompok yang paling terpapar risiko ini. Di tengah gempuran gaya hidup modern, salah satu ancaman terbesar bagi mereka adalah obesitas.

Masalah obesitas di kalangan Gen Z tidak hanya menjadi persoalan estetika, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan fisik, mental, dan sosial mereka. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi obesitas global terus meningkat, termasuk di kalangan anak muda. Di Indonesia, data Riskesdas 2018 mencatat peningkatan signifikan pada prevalensi obesitas remaja dari 10,5% pada 2013 menjadi 13,5% pada 2018. Angka ini menunjukkan bahwa obesitas bukan lagi masalah kecil, melainkan krisis kesehatan yang harus segera ditangani.

Mengurai Akar Masalah Obesitas pada Generasi Z

Masalah obesitas pada Gen Z tidak muncul secara tiba-tiba. Berbagai faktor saling berkontribusi, mulai dari gaya hidup, pola makan, hingga tekanan sosial. Generasi ini tumbuh di era yang dipenuhi dengan teknologi canggih dan kemudahan akses informasi. Namun, kemajuan ini justru menjadi pedang bermata dua.

  • Peran Teknologi dalam Pola Hidup Sedentari

Teknologi, seperti gawai dan layanan streaming, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari Gen Z. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar, baik untuk belajar, bekerja, maupun bersosialisasi. Aktivitas fisik yang dulunya menjadi rutinitas, seperti bermain di luar rumah atau berjalan kaki ke sekolah, semakin tergeser oleh kenyamanan teknologi.

Studi yang dilakukan oleh American Heart Association menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk duduk atau berdiam diri dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko obesitas hingga dua kali lipat. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pembakaran kalori dalam tubuh yang berdampak pada akumulasi lemak.

  • Pola Makan Cepat Saji yang Meningkat

    Generasi Z juga tumbuh di era globalisasi yang memperkenalkan mereka pada budaya makanan cepat saji. Makanan jenis ini dikenal tinggi kandungan lemak jenuh, gula, dan garam, tetapi rendah serat dan nutrisi. Kemudahan akses terhadap makanan cepat saji, ditambah dengan gaya hidup serba cepat, membuat banyak remaja mengabaikan pentingnya pola makan sehat.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Obesity Reviews menemukan bahwa konsumsi makanan cepat saji secara berlebihan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan angka obesitas. Sayangnya, kebiasaan ini diperparah oleh kurangnya edukasi gizi, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.


  • Tekanan Sosial dan Kesehatan Mental

    Tidak hanya faktor fisik, tekanan sosial juga memengaruhi perilaku makan Gen Z. Di era media sosial, standar kecantikan dan tubuh ideal sering kali menjadi beban psikologis bagi remaja. Mereka yang merasa tidak mampu memenuhi standar ini cenderung mengalami gangguan kesehatan mental, seperti stres dan depresi, yang kemudian memicu kebiasaan makan emosional.

Makan emosional terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan sebagai respons terhadap tekanan emosional, bukan karena rasa lapar. Biasanya, makanan yang dipilih adalah jenis yang tinggi kalori dan gula, seperti camilan manis atau makanan olahan. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama obesitas di kalangan remaja.

Dampak Obesitas pada Gen Z

Obesitas pada Gen Z bukan sekadar persoalan berat badan berlebih. Konsekuensi yang ditimbulkannya jauh lebih kompleks dan merugikan. Dari sisi kesehatan fisik, obesitas dapat memicu berbagai penyakit kronis, seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan penyakit jantung. Bahkan, risiko kematian dini juga meningkat secara signifikan.

Dampak lainnya terlihat pada kesehatan mental. Remaja yang mengalami obesitas sering kali menjadi sasaran bullying dan stigma sosial, baik di dunia nyata maupun maya. Pengalaman ini dapat mengurangi rasa percaya diri dan memicu kecemasan yang berkepanjangan. Akibatnya, mereka terjebak dalam siklus negatif yang sulit diputus, di mana stres dan rendahnya kepercayaan diri semakin memperburuk kebiasaan makan tidak sehat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline