Lihat ke Halaman Asli

Frans Leonardi

TERVERIFIKASI

Freelace Writer

Skema Pajak 2025, Dampak Kenaikan PPN 12% dan Implikasinya bagi Masyarakat

Diperbarui: 17 Desember 2024   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Koin.Pixabay.com/stevepb 

Tahun 2025 sudah semakin dekat, dan salah satu kebijakan ekonomi yang paling mencuri perhatian adalah rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kebijakan ini memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Di satu sisi, pemerintah beranggapan bahwa peningkatan tarif PPN merupakan langkah strategis untuk memperkuat perekonomian negara melalui penerimaan pajak yang lebih besar. Namun, di sisi lain, banyak pihak yang mempertanyakan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, sektor usaha, dan perekonomian nasional secara keseluruhan.

Peningkatan tarif PPN bukanlah kebijakan yang muncul begitu saja. Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan pada tahun 2022. Melalui UU HPP, tarif PPN awalnya dinaikkan dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 dan akan dinaikkan kembali menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan negara untuk memperluas sumber penerimaan pajak, mengurangi defisit fiskal, dan mendukung berbagai program pembangunan strategis.

Meski tujuannya terdengar mulia, tidak dapat dipungkiri bahwa dampak kenaikan PPN ini akan dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Sebagai pajak atas konsumsi barang dan jasa, PPN dikenakan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang tingkat penghasilan. Artinya, beban kenaikan ini akan lebih terasa bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang sebagian besar pendapatannya digunakan untuk kebutuhan konsumsi.

Dampak Kenaikan PPN bagi Masyarakat

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan berimbas langsung pada kenaikan harga barang dan jasa. Secara sederhana, setiap barang atau jasa yang sebelumnya dikenakan PPN 11% akan mengalami kenaikan harga ketika tarif naik menjadi 12%. Sebagai contoh, jika sebelumnya harga barang senilai Rp100.000 dikenakan PPN 11% sehingga menjadi Rp111.000, maka dengan tarif 12% harganya akan naik menjadi Rp112.000.

Kenaikan sebesar Rp1.000 mungkin tampak kecil jika dilihat dari satu transaksi. Namun, jika dihitung secara akumulatif untuk seluruh kebutuhan rumah tangga sehari-hari, beban tambahan ini akan cukup signifikan, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Masyarakat berpenghasilan tetap mungkin memiliki kemampuan untuk menyesuaikan pengeluarannya dengan mengurangi konsumsi yang bersifat sekunder. Namun, bagi kelompok ekonomi rentan, kenaikan harga barang dan jasa dapat memicu berkurangnya daya beli secara drastis. Hal ini dikhawatirkan akan menambah beban kehidupan sehari-hari, terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, dan perawatan kesehatan.

Tidak hanya itu, kenaikan tarif PPN juga bisa berpengaruh pada tingkat inflasi. Kenaikan harga barang dan jasa secara merata berpotensi mendorong inflasi yang lebih tinggi. Kondisi ini tentu akan mempersulit pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional.

Dampak Terhadap Sektor Usaha

Sektor usaha, baik skala besar maupun kecil, juga akan merasakan dampak dari kenaikan tarif PPN. Para pelaku usaha harus menghadapi dua tantangan besar sekaligus. Pertama, mereka perlu menyesuaikan harga jual barang dan jasa untuk menutup tambahan pajak yang dibebankan. Kedua, mereka harus tetap mempertahankan daya saing di tengah menurunnya daya beli masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline