Lihat ke Halaman Asli

Frans Leonardi

TERVERIFIKASI

Freelace Writer

Saatnya Naik Level dari Mengelola Sampah ke Memanfaatkannya

Diperbarui: 15 Desember 2024   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mengolah dan memanfaatkan sampah | Freepik

Saat kita berjalan di jalanan kota atau desa, tak jarang mata kita disuguhi pemandangan yang sama yaitu tumpukan sampah. Baik itu di pinggir jalan, di sungai, maupun di lahan kosong, sampah seperti menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. 

Fenomena ini bukan hanya masalah estetika, tetapi juga persoalan serius yang memengaruhi kesehatan, lingkungan, dan bahkan ekonomi. Namun, jika kita terus-menerus melihat sampah hanya sebagai masalah, kapan kita akan mulai melihatnya sebagai peluang? Sudah waktunya kita naik level, dari sekadar mengatasi sampah menjadi memanfaatkannya untuk sesuatu yang lebih bernilai.

Masalah Sampah di Indonesia

Indonesia berada di peringkat kedua sebagai penghasil sampah plastik terbesar yang mencemari lautan setelah China. Menurut laporan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia mencapai 67,8 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 7,5% yang didaur ulang, sementara sisanya berakhir di TPA, dibakar secara ilegal, atau mencemari lingkungan.

Salah satu masalah mendasar adalah pengelolaan sampah di Indonesia yang masih sangat tradisional. Sebagian besar TPA kita masih beroperasi dengan sistem open dumping, yaitu metode pembuangan sampah secara terbuka. Metode ini tidak hanya merusak pemandangan, tetapi juga menghasilkan gas metana yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Selain itu, banyak kota dan daerah yang belum memiliki sistem pemilahan sampah yang efektif, sehingga sampah organik, plastik, dan limbah berbahaya bercampur menjadi satu.

Sampah plastik menjadi tantangan utama. Plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, dan selama itu, partikel-partikelnya dapat terpecah menjadi mikroplastik yang masuk ke rantai makanan. 

Sebuah penelitian oleh Universitas Newcastle, Australia, menemukan bahwa rata-rata manusia mengonsumsi sekitar 5 gram mikroplastik per minggu---setara dengan satu kartu kredit. Fakta ini menunjukkan bahwa sampah bukan hanya mencemari lingkungan, tetapi juga secara langsung mengancam kesehatan manusia.

Namun, apakah masalah ini hanya berhenti di situ? Tidak. Masalah sampah juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Menurut laporan Bank Dunia, polusi plastik di laut merugikan sektor pariwisata global hingga miliaran dolar setiap tahun. Pantai-pantai yang dipenuhi sampah menjadi kurang menarik bagi wisatawan, dan nelayan pun kehilangan mata pencaharian karena tangkapan ikan mereka terkontaminasi limbah.

Kenapa Kita Perlu Berpindah dari Mengatasi Sampah ke Memanfaatkan Sampah?

Selama ini, pendekatan kita terhadap sampah lebih berfokus pada "mengatasi". Kita sibuk membersihkan sampah dari sungai, memungut plastik dari pantai, atau mengangkut sampah ke TPA. Langkah-langkah ini tentu penting, tetapi sifatnya hanya sementara. Sampah terus mengalir tanpa henti, sementara solusi yang kita gunakan sering kali tidak menyentuh akar masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline