Indonesia, negeri yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa, memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah. Dengan curah hujan tahunan yang tinggi, ribuan sungai mengalir di setiap pulau, dan cadangan air tanah yang melimpah, seharusnya masalah air bersih bukan menjadi cerita yang akrab di negeri ini. Tapi kenyataannya, banyak masyarakat Indonesia justru menghadapi krisis air bersih. Sebuah ironi yang terus terjadi, memaksa kita bertanya, "Apa yang salah?"
Melimpahnya Air, Tapi Tidak Semua Bersih
Sebagai negara tropis, Indonesia menerima curah hujan rata-rata lebih dari 2.000 mm per tahun. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan ketersediaan air tawar terbesar di dunia. Bahkan, Indonesia menyimpan sekitar 6% cadangan air dunia. Namun, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), masih ada sekitar 18 juta jiwa masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses terhadap air bersih.
Jika kamu pernah mengunjungi sungai-sungai di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Medan, kamu pasti sering melihat tumpukan sampah yang mengambang di permukaan. Limbah rumah tangga dan industri menjadi pemandangan biasa, mencemari air yang seharusnya bisa dimanfaatkan. Padahal, air sungai adalah salah satu sumber utama air bersih. Tapi karena pencemaran yang begitu masif, proses pengolahan air menjadi mahal dan sulit dilakukan.
Pencemaran yang Kian Mengkhawatirkan
Pencemaran air tidak hanya terjadi di kota besar. Di pedesaan pun, penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan mencemari air tanah dan sungai. Limbah domestik yang tidak diolah juga mengalir langsung ke sungai, memperparah kondisi. Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 80% sungai di Indonesia kini berada dalam kondisi tercemar berat.
Kasus pencemaran air ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga kesehatan masyarakat. Penyakit seperti diare, kolera, dan infeksi saluran pencernaan sering terjadi di wilayah yang kesulitan mendapatkan air bersih. Menurut data WHO, lebih dari 100.000 anak Indonesia meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang terkait dengan kualitas air yang buruk.
Infrastruktur yang Tidak Merata
Selain masalah pencemaran, ketersediaan infrastruktur menjadi tantangan besar. Di perkotaan, fasilitas seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masih sering mengalami kendala distribusi. Banyak rumah tangga yang mengandalkan air tanah, padahal kualitasnya sering kali tercemar.
Di wilayah pedesaan dan terpencil, masalah ini jauh lebih rumit. Akses air bersih sering kali memerlukan perjalanan panjang ke sumber air terdekat. Di beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), masyarakat harus berjalan berkilo-kilometer hanya untuk mendapatkan air. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur air bersih belum merata, dan masih banyak wilayah yang belum terjangkau layanan dasar ini.