Sejak lama, sistem pendidikan di Indonesia terus berupaya memberikan pendidikan yang setara bagi semua anak bangsa. Salah satu upayanya adalah dengan memperkenalkan Ujian Nasional (UN) sebagai tolok ukur pencapaian siswa di seluruh negeri.
Tujuan utama dari UN ini sangat mulia: menciptakan standar kualitas pendidikan yang sama bagi setiap siswa di mana pun mereka berada, dari kota besar hingga pelosok desa.
Namun, apakah UN benar-benar berhasil menciptakan kesetaraan dalam pendidikan? Atau, alih-alih mencapai kesetaraan, UN justru menjadi tantangan besar yang menambah beban siswa dan memperparah ketimpangan pendidikan?
Latar Belakang Ujian Nasional dan Tujuannya
UN pertama kali diadakan sebagai bentuk evaluasi pencapaian siswa secara nasional. Dengan UN, pemerintah berupaya menetapkan standar pendidikan yang seragam, sehingga siswa yang lulus memiliki kompetensi dasar yang setara. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang masih perlu pembenahan dalam segi kualitas pengajaran.
Namun, dalam pelaksanaannya, tantangan besar mulai bermunculan. Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, dengan kondisi geografis, ekonomi, dan sosial yang beragam. Bagi sebagian siswa yang bersekolah di daerah perkotaan, UN mungkin hanya menjadi satu tantangan akademis biasa, tetapi bagi siswa di daerah pedalaman, UN bisa menjadi ujian yang berat dan terasa tidak adil.
Ketimpangan Fasilitas Pendidikan
Bayangkan seorang siswa di Jakarta yang bisa mengakses internet dengan cepat, mendapatkan bimbingan belajar tambahan, dan belajar dengan berbagai perangkat modern. Di sisi lain, ada seorang siswa di pelosok Sumatera atau Papua yang bahkan untuk datang ke sekolah harus berjalan berjam-jam dan belajar dengan fasilitas yang sangat terbatas.
Bukan hanya soal fasilitas, guru-guru di daerah terpencil juga sering kali tidak mendapatkan pelatihan yang memadai. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang cukup besar dalam kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa.
Statistik menunjukkan bahwa hasil UN cenderung lebih rendah di daerah-daerah tertinggal. Contohnya, dalam laporan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), terlihat bahwa siswa di daerah perkotaan cenderung memperoleh skor yang lebih tinggi dibandingkan siswa di daerah pedesaan. Faktor ketimpangan infrastruktur pendidikan sangat berpengaruh di sini.