Pinjaman online (pinjol) belakangan ini makin populer di kalangan masyarakat, terutama di antara kelompok ekonomi menengah. Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan, mulai dari akses cepat, syarat yang ringan, hingga pencairan dana tanpa agunan, pinjol tampak seperti solusi instan bagi yang membutuhkan dana darurat.
Namun, di balik semua itu, pinjaman online memiliki risiko yang tidak sedikit.
Banyak orang yang akhirnya terjebak dalam utang berbunga tinggi, bahkan merasa terintimidasi oleh tekanan penagihan. Mengapa kaum ekonomi menengah menjadi kelompok yang paling rentan? Apa saja dampak dari fenomena ini, dan bagaimana cara mengatasinya?
Sekilas Solusi Cepat, tapi Membahayakan
Kebutuhan ekonomi bagi kaum menengah sering kali mendesak. Dari kebutuhan mendadak seperti biaya kesehatan, pendidikan anak, hingga perbaikan rumah, kebutuhan tersebut kerap hadir tanpa perencanaan sebelumnya.
Sayangnya, dengan pendapatan yang terbatas, tidak semua orang mampu menyisihkan tabungan untuk kebutuhan mendadak seperti ini. Di sinilah pinjaman online hadir sebagai solusi "kilat". Hanya dengan beberapa kali klik pada aplikasi, dana yang dibutuhkan langsung tersedia.
Namun, meski terlihat mudah dan instan, pinjol memiliki banyak konsekuensi finansial. Rata-rata, pinjaman online menetapkan suku bunga yang sangat tinggi, mulai dari 20% hingga bahkan 40% per bulan.
Berbeda dengan pinjaman bank atau koperasi yang umumnya memiliki suku bunga tahunan yang lebih rendah, pinjol sering kali menumpuk bunga bulanan yang menekan peminjam.
Banyak peminjam yang akhirnya menggunakan pinjol lain untuk menutupi pinjaman pertama. Siklus ini terus berulang hingga jumlah utang bertambah dan menjadi sulit dilunasi.
Mengapa Kaum Ekonomi Menengah Rentan Terjebak Pinjol?