Perubahan iklim adalah isu yang paling kita dengar dan menjadi isu utama diberbagai negara serta semakin mendesak di seluruh dunia. Emisi karbon, terutama karbon dioksida (CO), menjadi salah satu penyebab utama terjadinya pemanasan global. Setiap tahun, aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil, menghasilkan miliaran ton CO yang dilepaskan ke atmosfer. Data dari Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, emisi karbon global mencapai rekor tertinggi, yaitu sekitar 36,4 miliar ton. Angka ini menunjukkan bahwa kita perlu segera mengambil tindakan untuk menanggulangi masalah ini. Salah satu solusi yang menjanjikan adalah penerapan politik hijau.
Apa Itu Politik Hijau?
Politik hijau adalah pendekatan yang menekankan perlindungan lingkungan melalui kebijakan publik dan tindakan politik. Tujuan utamanya adalah menciptakan dunia yang lebih bersih dan sehat dengan cara mengurangi emisi karbon dan dampak negatif lainnya dari aktivitas manusia. Dalam konteks ini, politik hijau tidak hanya berfokus pada perlindungan lingkungan, tetapi juga pada pembangunan berkelanjutan yang melibatkan aspek sosial dan ekonomi.
Politik hijau mencakup berbagai kebijakan, seperti penggunaan energi terbarukan, pengembangan transportasi ramah lingkungan, dan program edukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan. Misalnya, negara-negara yang menerapkan kebijakan ini berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin. Di Denmark, hampir 60% dari total konsumsi energi berasal dari sumber energi terbarukan, menjadikannya salah satu contoh negara dengan komitmen kuat terhadap politik hijau.
Energi Terbarukan untuk Mengurangi Emisi Karbon
Salah satu langkah paling efektif dalam politik hijau adalah transisi dari energi fosil ke energi terbarukan. Energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan hidro, dapat membantu mengurangi emisi karbon secara signifikan. Menurut laporan dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), penggunaan energi terbarukan dapat mengurangi emisi global hingga 70% pada tahun 2050 jika digunaan secara luas dan bijak.
Negara-negara seperti Jerman dan Swedia telah menunjukkan bahwa transisi ini tidak hanya mungkin, tetapi juga menguntungkan. Jerman, melalui kebijakan "Energiewende," berhasil mengurangi emisi karbonnya sebesar 35% sejak tahun 1990. Mereka berinvestasi besar-besaran dalam energi terbarukan, dan kini lebih dari 40% listrik dihasilkan dari sumber terbarukan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kebijakan yang tepat, kita bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus meningkatkan keamanan energi.
Namun, tantangan tetap ada. Biaya awal untuk menginstalasi sistem energi terbarukan bisa menjadi penghalang, terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan insentif pajak dan subsidi untuk mendukung transisi ini. Dengan cara ini, masyarakat dapat lebih mudah beralih ke energi terbarukan tanpa merasa terbebani secara finansial.
Transportasi Ramah Lingkungan
Sektor transportasi adalah kontributor utama emisi karbon, menyumbang sekitar 14% dari total emisi global. Untuk itu, politik hijau harus mencakup kebijakan transportasi ramah lingkungan. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah pengembangan transportasi umum yang efisien dan ramah lingkungan. Di kota-kota besar, seperti Jakarta, solusi ini sangat penting untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara.