Lihat ke Halaman Asli

Frans Leonardi

Freelace Writer

Doom Spending, Biang Membengkaknya Tagihan PayLatter

Diperbarui: 1 Oktober 2024   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Belanja Online. Pixabay.com/HutchRock 

Dalam beberapa tahun terakhir, layanan PayLater menjadi salah satu inovasi finansial yang sangat digemari oleh masyarakat, terutama kaum milenial dan Gen Z. Kemudahan untuk berbelanja tanpa harus membayar langsung seolah memberikan napas panjang bagi mereka yang ingin memiliki barang impian atau menikmati layanan tertentu. 

Namun, di balik kemudahan ini, ada sebuah fenomena yang semakin marak, yaitu Doom Spending. Doom Spending merujuk pada kebiasaan belanja berlebihan yang dipicu oleh ketersediaan opsi pembayaran tertunda, dan ini sering kali menjadi penyebab utama membengkaknya tagihan PayLater. Tanpa disadari, kebiasaan ini dapat berdampak negatif terhadap kondisi keuangan, terutama jika tidak dikendalikan dengan baik.

Apa Itu Doom Spending?

Doom Spending berasal dari kata "doom" yang berarti kehancuran atau keburukan yang tak terelakkan, dan "spending" yang berarti pengeluaran. Secara sederhana, Doom Spending adalah pola konsumsi yang tidak terkontrol, di mana seseorang terus menerus melakukan pembelian tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya, terutama saat menggunakan metode pembayaran seperti PayLater. Karena PayLater memberikan keleluasaan untuk menunda pembayaran, banyak orang merasa seolah-olah mereka memiliki "uang tambahan", padahal sesungguhnya itu hanyalah utang yang harus dibayar di kemudian hari. Fenomena ini berpotensi besar menimbulkan krisis keuangan pribadi jika tidak diantisipasi dengan baik.

Bagaimana PayLater Memicu Doom Spending?

Layanan PayLater memang menawarkan kenyamanan yang luar biasa. Bayangkan kamu sedang browsing di platform e-commerce favoritmu, menemukan gadget terbaru atau pakaian yang sudah lama kamu idamkan, dan muncul opsi "Bayar nanti" atau "Cicilan tanpa bunga". Tentu saja, ini adalah tawaran yang sangat menggoda, terutama jika saat itu kamu sedang tidak memiliki cukup uang tunai. Opsi ini seakan-akan memberikanmu ruang untuk tetap membeli tanpa perlu khawatir soal pembayaran langsung.

Namun, justru inilah yang menjadi masalah. Dengan adanya PayLater, banyak orang akhirnya tergoda untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan atau melebihi kemampuan finansial mereka. Pembayaran yang ditunda membuat konsumen merasa aman, tanpa sadar bahwa utang sedang menumpuk. Dalam banyak kasus, ketika tagihan akhirnya datang, konsumen sering kali terkejut melihat jumlahnya yang jauh lebih besar dari perkiraan.

Studi menunjukkan bahwa kebanyakan konsumen yang menggunakan layanan PayLater cenderung lebih boros dan melakukan pembelian impulsif dibandingkan mereka yang menggunakan uang tunai atau kartu debit. Ini karena adanya ilusi psikologis bahwa "pembayaran nanti" memberikan lebih banyak kebebasan finansial. Padahal, utang yang tertunda tetap harus dilunasi, dan sering kali bunga atau denda akan dikenakan jika pembayaran dilakukan terlambat.

 Dampak Doom Spending terhadap Keuangan

Sebuah survei yang dilakukan oleh salah satu platform keuangan di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% pengguna PayLater mengaku mengalami kesulitan dalam melunasi tagihan mereka tepat waktu. Tidak hanya itu, sebagian besar dari mereka juga menyatakan bahwa tagihan PayLater mereka sering kali membengkak akibat kebiasaan belanja impulsif. Dampak ini tentu sangat meresahkan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki manajemen keuangan yang baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline