Hari Kamis tanggal 14 Januari 2016, beberapa anggota Kompasiana beserta pengelola/admin Kompasiana berkesempatan untuk bertemu dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yaitu Ketua Wantimpres Prof. Dr. Sri Adiningsih dan anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto. Pertemuan yang diprakarsai oleh Kompasianers Abi Hasantoso ini bertujuan untuk bersilaturahmi sekaligus memperkenalkan Kompasiana kepada Wantimpres.
Bapak Sidarto memulai pertemuan dengan ramah dan membuka pembicaraan dengan menceritakan mengenai perkembangan dunia gadget dan medsos. Beliau menceritakan bahwa anak dan cucunya kalau sudah kumpul dilarang untuk menggunakan gadget. Namun larangan ini biasanya hanya bisa berlaku selama kurang lebih 5-10 menit. Setelah itu, satu per satu mereka mulai menyentuh telpon pintarnya masing-masing. Di usianya yang hampir menjelang 80 tahun, mantan Ketua MPR RI ini masih aktif juga berkicau di tweeter dan sering membaca perkembangan dunia melalui medsos dan blog.
[caption caption="Pertemuan Kompasianer dengan Wantimpres"][/caption]Selanjutnya adalah sambutan dari Mas Abi berupa ucapan terima kasih dan apresiasi terhadap Wantimpres yang berkenan untuk berjumpa dengan para penulis di Kompasiana. Sebagian besar Kompasianers yang hadir adalah anggota yang terdaftar pada awal terbentuknya Kompasiana. Kompasianers yang hadir adalah Abi, Nufransa, Honny, Dian Palupi, Hennie, Novrita beserta admin Kompasiana yaitu mas Isjet dan mbak Nurhasanah. Tujuan kehadiran untuk mengenal lebih jauh tentang tugas Wantimpres dan juga memperkenalkan tentang Kompasiana.
Setelah itu dilanjutkan dengan paparan mas Iskandar “Isjet” sang pengelola dan admin Kompasiana. Beberapa fakta dan data terkait perkembangan dunia Internet, medsos dan Kompasiana disampaikan dengan terstruktur dan lugas oleh mas Isjet. Beberapa hal yang menarik antara lain adalah jumlah pengguna Internet di Indonesia saat ini yang sudah mencapai 80 juta orang (jumlah pengguna wanita lebih banyak dibandingkan dengan pengguna pria), jumlah “penonton” video Gangnam Style di YouTube yang melebihi 2 milyar, jumlah orang yang me “like” foto Kim Kardashian yang mencapai lebih dari dua juta. Yang cukup menyolok adalah cuplikan gambar dari majalah The Economist versi online berjudul “Eat, Love and Tweet” yang menggambarkan seorang wanita sedang memegang smart phone di tengah pengajian. Slide ini menggambarkan segalanya mengenai dunia medsos di Indonesia. Semua kegiatan orang Indonesia dihubungkan dengan medsos untuk update status, pemberian info, foto-foto narsis, check in lokasi, dan lain-lain.
Mas Isjet juga memaparkan perkembangan Kompasiana mulai sejak diluncurkan di tahun 2008 dengan penulis yang hanya terbatas sampai akhirnya semua pengguna bisa menulis berkat saran bapak blogger Kompasiana, Pak Prayitno Ramelan. Kompasiana juga mempunyai peran strategis ketika tulisan Kompasianers menembus publik dan menjadi isu nasional, seperti ketika ada razia Indomie di Hongkong, adanya berita tentang pemberitaan Tempo oleh “jilbab hitam”, dan lain-lain. Opini yang semula hanya beredar di dunia maya,meledak di dunia nyata. Beberapa tulisan juga ada yang dimuat di Kompas cetak. Beberapa waktu terakhir, Kompasianers juga berperan aktif sebagai nara sumber di Kompas TV mewakili citizen journalism.
Setelah itu Ketua Wantimpres memberikan tanggapannya terkait dengan perkembangan medsos. Prof. Dr. Sri Adinigsih yang menjabat Ketua Wantimpres sejak bulan Januari 2015 menyatakan bahwa perkembangan sosmed yang cukup pesat perlu dijaga agar memberikan manfaat yang positif bagi para pemakainya. Beliau juga menyambut baik perkembangan Kompasiana yang telah memberikan ruang kepada publik untuk menyuarakan aspirasinya. Di sela-sela pembicaraannya yang hangat, professor dari UGM ini berbagi cerita tentang pengalamannya bersosial media beberapa waktu terakhir. Putrinya yang mengajarkan bagaimana menggunakan sosmed, bahkan menunjukkan cara belanja yang mudah dan murah secara online. Nasihat Ketua Wantimpres untuk Kompasianer adalah agar memberikan tulisan yang dapat membawa banyak orang untuk melakukan revolusi mental. Dengan jumlah pengguna yang ratusan ribu orang, Kompasiana diharapkan mampu untuk mengawal revolusi mental tersebut.
Setelah itu kami megobrol santai sambil makan siang. Saya juga sempat berbicara mengenai aspek perpajakan pada perkembangan dunia maya. Perdagangan di dunia digital, yang disebut dengan ecommerce, telah menjangkau jutaan orang di Indonesia. Sayangnya, penduduk Indonesia sebagian besar hanya menjadi market bagi pemain besar seperti google, facebook, yahoo dan lain-lain. Di lain pihak, pemerintah sampai saat ini belum dapat mengenakan pajak bagi para pelaku luar negeri tersebut karena tidak mempunyai perwakilan di Indonesia. Kalaupun ada, kantor perwakilan tersebut tidak melakukan bisnis utama tapi semata-mata hanya untuk pemasaran dan kepentingan administrasi. Sementara, beberapa negara sudah berani “memaksa” pelaku asing untuk membuka cabang di negaranya dan mengenakan pajak atas kantor cabang tersebut. Bahkan mereka berani untuk menutup situs pelaku dagang asing tersebut apabila tidak mematuhinya. Peraturan perpajakan untuk ecommerce di Indonesia, saat ini baru diberlakukan untuk pelaku dalam negeri. Aturan lengkap mengenai aspek perpajakan pada ecommerce dapat dibaca pada buku saya yang terbit tahun lalu.
Di tengah pembicaraan kami, Pak Sidarto juga memberikan info tentang adanya serangan teroris di Jalan Thamrin. Sebuah berita menggemparkan di siang hari itu. Namun demikian, kami tetap melajutkan pertemuan sambil sesekali melihat perkembangan berita tersebut. Wantimpres berbagi cerita mengenai kegiatan yang dilakukan selama satu tahun terakhir. Dari rangkaian cerita Pak Sidarto dan Ibu Sri Adiningsih terlihat jelas peran Wantimpres dalam beberapa kejadian penting di tanah air. Sebagai contoh, ada kasus terhangat di tanah air yang membuat heboh secara nasional, ternyata merupakan hasi masukan dari Wantimpres. Sayangnya, Bapak Sidarto menyatakan bahwa hal ini off the record. Masukan berdasarkan hasil kunjungan di beberapa tempat termasuk dalam dan luar negeri, serta hasil kunjungan langsung di lokasi membuat laporan yang diberikan kepada Presiden menjadi akurat dengan tingkat validitas yang tinggi.
Sejumlah 74 masukan dan nasihat telah diberikan oleh Wantimpres selama tahun 2015. Pertemuan dengan Presiden Jokowi juga kerap mereka lakukan baik secara bersama-sama maupun beberapa orang. Yang baru kami ketahui tentang Wantimpres itu sendiri adalah bahwa mereka dapat menerima keluhan maupun masukan secara langsung atau melalui surat dari semua warga negara untuk dapat disampaikan kepada Presiden.
Pertemuan yang mengesankan hari itu diakhiri dengan pemberian cindera mata dari Mas Isjet kepada Prof. Sri dan Bapak Sidarto. Tak lupa, kami melakukan foto bersama sebelum berpamitan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi Prof Sri dan Bapak Sidarto yang bersedia menemui kami dengan ramah dan hangat.
[caption caption="Pemberian cindera mata"]
[/caption]