"Aaaaa....!!!" Sialnya gadis itu terbangun dan membuka matanya saat wajah Boma sedang begitu lekat dengan gambaran paling dekat di bola mata sang gadis. Sontak saja gadis itu kaget setengah mati mendapati sosok wajah asing menguasai sudut pandang kesadarannya mula-mula begitu dekat sekali bersamaan ingatan terakhirnya berkelebat saat jatuh di ketinggian yang membuatnya ngeri seketika terbayang-bayang rona tragedi terjun bebasnya.
"Dok nerede..?! (Di mana ini...?!)" teriak gadis itu gusar sambil celingak-celinguk kebingungan memandang ke segala arah dengan tatapan nanar. Boma berusaha menenangkannya sambil mencoba menjelaskan duduk perkaranya. Sementara bersamaan dengan itu, dua orang dari luar ruangan kamar itu segera masuk bersama-sama mendengar teriakan dari dalam ruangan kamar, seorang gadis kecil dan seorang kakek datang menerjang. Dengan kemunculan kedua orang itu, sang gadis akhirnya menjadi tenang perlahan-lahan dengan tatapannya masih sebal dan curiga terhadap Boma yang membuatnya menjadi celaka. Persis seperti tingkah galak dan pandangan curiga Aosagi terhadapnya saat menjaga jaraknya dari Boma saat bertemu.
***
"Hahaha.... should I'am also slap you a while ago, right?hahaha... (Hahaha... seharusnya aku juga tampar kamu tadi ya? hahaha...)" Tiba-tiba Muze kembali membuyarkan jalan cerita Boma dengan tertawa lebih kencang dan terpingkal-pingkal.
"Hahaha... bad luck, probably you very like with my calamity...?! (Hahaha...sial, rupanya kau begitu senang dengan kemalanganku...?!)" Boma menghentikan ceritanya dan ikut tertawa malu sambil mencubit pelan lengan Muze tanpa sadar saking gregetannya antara rasa humor dan mangsyul mengaduk-aduk perasaannya bercengkrama. Muze pun menjadi pongah merasakan jemari Boma mengigitnya dan berujar pada Boma.
"Aih..aih.. and you want avenge she slap with your finger become red ant or mosquito hungry in my hand...? (Aih... aih... dan kau ingin membalas tamparannya dengan jemarimu menjadi semut merah atau nyamuk lapar di lenganku...?)" Muze melirik Boma dengan tatapan menggoda. Boma yang akhirnya tersadar dengan khilaf jamahannya itu pun kembali kikuk meminta maaf yang akhirnya membuat mereka kembali tertawa bersama-sama. Sepertinya keakraban mulai terjalin di antara mereka tanpa terasa melalui siang meradang dengan panas teriknya itu.
***
Ternyata sampai tiga hari gadis yang ditabrak Boma tidak kunjung siuman juga. Selama itu Boma harus menunda kepulangannya walau adiknya mengijinkannya meninggalkan mereka. Namun Boma tidak enak hati karena telah menyusahkan mereka. Sebab, apa yang dibawa sang gadis saat bertabrakan dengan Boma adalah salah satu sumber mata pencaharian mereka. Saat itu, kebun jeruk yang mereka garap sedang dalam masa panen dan sang gadis hendak menjualkan sebagai kecil yang sudah mereka panen untuk ditukar dengan kebutuhan harian mereka.
Sambil bergantian dengan sang adik menunggui kesiuman kakaknya itu, Boma juga ikut menyelesaikan pemanenan mereka yang telah yatim-piatu dan cuma berdua saja mereka selama ini menjalani kehidupan itu. Keberadaan Boma ternyata cukup membantu untuk lebih cepat dari biasanya mereka memanen dan menjualnya ke pasar serta ke tempat lain yang membutuhkannya. Selama proses itu, Boma tinggal di rumah seorang Kakek yang bernama Kemal Cekim. Ia mendapat banyak cerita darinya mengenai sejarah sang gadis dan adiknya itu. Hampir setiap malam, Boma begadang dibuatnya dan akhirnya menghabiskan cuti tahunannya itu di sana hingga kondisi sang gadis itu mulai membaik seperti sedia kala.
Akhirnya diketahuinya bahwa gadis yang tertabrak Boma bernama Turuncu Narenciye dan sang adik yang masih gadis kecil itu bernama Turuncu Limonata. Mereka berjarak usia sekitar dua belas tahun dan bukanlah kakak-adik kandung yang sebenarnya. Kebun itu merupakan tanah keluarga Ayah angkat Narenciye dan Kemal Cekim adalah kakak dari Ayah angkat Narenciye dan Limonata. Narenciye yang masih baru berumur beberapa bulan ditemukan tergeletak di bawah pepohonan jeruk Citrus menjelang senja saat kedua orang tua angkat mereka mengungsi dari daerah danau Van ketika terjadi kerusuhan antara pihak aparat dengan etnis Kurdi di wilayah tersebut.