Lihat ke Halaman Asli

Frankincense

flame of intuition

Indonesia sebagai Gerbang Transfigurasi Antarumat Beragama

Diperbarui: 13 Agustus 2018   21:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gerbang transfigurasi candi Boko, Yogyakarta (dokumen pribadi)

"Perbuatan-perbuatan kecil dan tidak dikenang yang dilakukan atas nama kebaikan dan cinta adalah bagian terbaik dari kehidupan seorang manusia."

Mungkin sulit untuk tidak teringat tentang frasa di atas. Empati, simpati, kecerdasan hati, kepedulian yang cerdas terhadap orang lain, lambat untuk menilai, toleransi, kesopanan, kejujuran, imajinasi moral, keberanian moral itulah sifat-sifat yang oleh para penulis dan penyair besar, terutama novelis besar yang mendalami filsafat esoteris yang telah dijadikan pusat perhatian dan dibantu untuk berkembang di ranahnya. Perhatian pun tidak hanya terhadap gerak kehidupan batin kita sendiri yang kecil dan mungkin nyaris tidak terasa, tetapi juga terhadap kehidupan batin orang lain.

Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi modern bersifat maya yaitu internet ternyata menjadi suatu ancaman terhadap kehidupan batin atau mentalitas kita. Padahal, kehadiran internet di masa kini yang semakin mengarah ke zaman digital ini hakikatnya untuk memudahkan sebagai sistem jaringan informasi dan komunikasi terutama berkaitan dengan jarak. Adanya media sosial sebagai layanan komunitas dalam jejaring dunia maya pun kini menjadikan ranah media massa itu tidak hanya sebagai ranah kepenulisan para jurnalis, cendekiawan, ataupun sastrawan, kini siapa saja bisa menjadi penulis dan pewarta untuk saling berbagi ungkapan. Hal inilah yang menjadi celah para pelaku unsur huru-hara untuk berspekulasi sekalipun tentang kelancangan ramuan senyawa-senyawa yang meledakkan isu hoax biasa sampai yang berbau SARA.

Bagaimanapun spekulasi atau terencana matang yang biasanya disepelekan sebagai suatu yang remeh temeh atau mungkin gila, mulai membesar menjadi perdebatan politik yang menjadi arus utama di Indonesia sampai saat ini. sekalipun dalih senda-gurau, banyak dorongan tidak syak lagi telah ditambahkan dari dorongan para pelaku unsur huru-hara seperti untuk memberantas agama pribumi menunjukkan masa kini sebagai tanda berakhir sebuah siklus sejarah panjang (baca juga: Agama, antara Keselamatan dan Kelumatan). Saling tuduh terhadap objek sasaran yang dibuat oleh para pelaku unsur huru-hara yang menurut saya tidak punya alasan untuk meragukan suatu ketulusan dari obyek sasaran merupakan sebuah peringatan. Ada bahaya bagi kita yang tertarik dengan tuduhan macam-macam itu dan berusaha memandang mereka dengan kacamata keimanan, selagi kita mempersiapkan diri untuk berperang melawan kebatilan dan merasa cemas bahwa kita harus siap untuk melawan api dengan api. Bahayanya adalah bahwa kita secara Cuma-Cuma menyerah sifat-sifat  yang "ia" telah datang untuk merebut dari kita.

Lalu siapakah "ia" yang dimaksud, untuk perihal ini ada sebuah kepercayaan kuno bahwa seperti halnya sekitar 2000 tahun yang lalu Yesus Kristus berinkarnasi, demikian pula pada masa kita Setan akan berinkarnasi. Inkarnasi ini akan menimbulkan pergolakan skala global. Sangat mudah untuk terjerat ke dalam pesona arketipe kejahatan dan melupakan bahwa itu hanyalah bayangan dari perkembangan yang jauh lebih besar dan lebih penting dari zaman kita. Maka, bagaimana dengan Indonesia?

gerbang transfigurasi candi Boko (bawah), Yogyakarta (dokumen pribadi)

gerbang transfigurasi candi Boko (atas), Yogyakarta (dokumen pribadi)

Jika diandai-andaikan pada posisi menteri agama, maka sosok itu bangkitlah dan berdiri bagi lebih dari 200 juta penduduknya sebagai "Penjaga Bangsa". Karena bangsa ini butuh pembimbing dan melindungi api Tuhan untuk  menjadi suluh dalam gelap. Dan di sisi lain ancaman Setan terlalu nyata dan mengerikan. Mereka terus berupaya menghancurkan bangsa ini. Bersatulah seluruh lapisan masyarakat untuk keselamatan dunia fana ini dan bukalah wawasan berpikir sebagai penjaga desa, penjaga kota, dan penjaga bangsa.

kiara pandang candi Boko, Yogyakarta (dokumen pribadi)

Sang Penjaga yang ada di pondok Kiara Pandang, Candi Boko, Yogyakarta (dokumen pribadi)

Dengan gerakan penemuan jati diri bangsa "Indonesia" yang dihilangkan oleh para persekutuan (Setan) telah muncul kembali membentuk benang merah nyata dari berbagai  bukti ilmu pengetahuan, teknologi, penemuan bukti empirik purbakala, kisah kitab-kitab suci dan nubuat-nubuatnya (ramalan) bahwa misteri negeri ini mulai terbuka. Maka dari itu, berangkat dari "Revolusi Mental" yang dicanangkan Bapak Presiden Joko Widodo sebagai penjaga bangsa adalah untuk mengerti bahwa Indonesia sampai saat ini sudah menjadi bentuk pengepungan secara roh dan merusak mental. Setan jelas bermaksud mengurung Indonesia, sebab rupanya ia juga tahu akan datangnya awal gerakan rohani global dari Indonesia.

gerbang transfigurasi candi Boko, Yogyakarta (dokumen pribadi)

gerbang transfigurasi candi Boko, Yogyakarta (dokumen pribadi)

Jika Inggris sudah dengan "Revolusi Industri" memodernkan zaman, maka setidaknya Indonesia dengan revolusi mentalnya menjadi gerbang transfigurasi antar umat beragama, etnis, maupun suku bangsa sebagai negara yang majemuk (plural) dengan "Bhinneka Tunggal Ika"-nya. Coba lihatlah 5 gerbang di Candi Boko Yogyakarta dari pos Kiara Pandang untuk anda dalam sudut pandang sebagai penjaga bangsa. Dan gambaran ilustrasinya kesejajaran transfigurasi 5 agama besar di Indonesia dengan umat yang lebih besar menjadi panengah yang baik dan adil. Sebagaimana sosok pewayangan Pandhawa lima, Indonesia saat ini harus menjadi sosok pluralis bagi kehidupan 5 agama besarnya (Islam, Nasrani, Hindu, Budha, dan Konghucu). Dan kemudian lihatlah 3 gerbang di bawahnya, karena di situlah kita selama ini berseteru dari pengaruh terang (gerbang kanan) dan pengaruh gelap (gerbang kiri) dalam menuju gerbang Kerajaan Allah di tengahnya. Dan jika menilik lebih dalam lagi pada sejarah, 5 agama tersebut memiliki kesinambungan sebagai 5 masa atau 5 waktu pengantisipasian dan pembimbingan manusia dari persetanan dunia fana ini hingga akhir zaman yang akan ditentukan seperti pada masa Nuh. Maka, setidaknya  jati diri  Indonesia adalah sebagai gerbang transfigurasi dengan revolusi mentalnya untuk perubahan dalam fisiologi manusia menjadi benih-benih transfigurasi penjaga bangsa dalam memperkokoh  jaringan konstelasi 5 agama tersebut seperti menjadi persatuan rasi bintang yang indah dipandang. Selain itu juga sebagai atap yang lebih teduh untuk menaungi kehidupan antar umat beragama baik di Indonesia maupun di belahan bumi yang lain. Karena Indonesia bukan bintang biasa....

Frankincense (Purwokerto, 14 Juli 2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline