Halo Kompasianers, apa yang terlintas dalam benak Anda saat mendapati kata "mars"? Mungkin Anda teringat akan pada lagu visi-misi institusi atau organisasi Anda untuk menebar semangat, atau mungkin pada planet tetangga kita yang indah kemerah-merahan? Eits, tunggu dulu... jika saya akan kaitkan ini pada permasalahan bahan pokok pangan kita yang sedang goncang yaitu "garam". Yap, itu dia... ternyata garam pun ada marsnya, dan mars pun ada garamnya.
Sekedar mengenang kembali masa lampau, hal serupa pernah mencekik India yang pada saat itu sedang dalam penjajahan kolonial Inggris. Berbagai tindakan dan kebijakan kolonial Inggris yang semena-mena menimbulkan berbagai pergolakan. Bagaimana tidak, berbagai hasil bumi yang seharusnya menjadi kesejahteraan pangan rakyat India diporak-poranda oleh pemuasan kolonial Inggris semata. Hingga akhirnya terjadilah suatu insiden mengharukan dan unik yang dikenal dengan "Salt March"atau yang kita sebut saja "Mars Garam".
Mars Garam (Salt March) yang terjadi pada bulan Maret hingga April tahun 1930 Di India adalah aksi protes monopoli garam. Ini merupakan gerakan penolakan dari rakyat India yang di pimpin oleh Mahatma Gandhi untuk memprotes peraturan Inggris di India.
Selama bulan Maret, ribuan rakyat India mengikuti Gandhi dari tempat pengasingannya di dekat Ahmedabad menuju ke pantai laut Arab, dengan jarak sekitar 240 mil. Aksi dimulai pada 12 Maret. Akibat aksi ini 60.000 orang ditangkap, termasuk Gandhi. Namun, gerakan yang disebut "Satyagraha" itu terus berlangsung, sampai akhirnya Gandhi dibebaskan dan bersedia menghentikan pergerakan itu dengan kompensasi diadakan pertemuan untuk menentukan masa depan India.
Aksi Mars Garam dilakukan tanpa kekerasan untuk memprotes pajam garam yang diberlakukan Inggris. Akibat pajak garam, maka menjual dan memproduksi garam menjadi ilegal, karena garam menjadi monopoli Inggris dan rakyat India harus membeli garam dengan harga yang lebih mahal. Karena garam penting sebagai bahan makanan semua orang, maka hal ini memengaruhi rakyat India.
Begitu pula di Indonesia, pemberdayaan SDM (Sumber Daya Manusia) harus lebih digalakkan lagi demi perkembangan produktifitas untuk memenuhi kebutuhan pasar. Diantaranya pada pengenalan teknologi yang lebih modern,terjangkau dan ramah lingkungan seperti dengan metode rumah piramida. Adalah dengan mendirikan bangunan-bangunan non permanen, semi permanen, maupun permanen berbentuk piramida, seperti kita akan membangun tenda-tenda untuk kemah.
Bagian bawah tenda ini dilapisi terpal untuk air calon garam, kemudian atas tenda dibuat kerangka berbentuk piramida, kerucut, prisma, atau sejenisnya yang dilapisi oleh plastik atau sejenisnya untuk menghindari air hujan mencampuri air garam.
Hasilnya juga cukup menggembirakan, garamnya lebih lembut, putih, dan lebih bersih yang tidak kalah dengan garam impor. Dengan ini paling tidak dapat mengurangi dampak cuaca atau musim penghujan yang sebelumnya dapat menurunkan produksi garam. Dengan berbagai penyuluhan untuk pemberdayaan SDM seperti ini, paling tidak dapat meningkatkan kemandirian para petani garam dalam mengintersolusi segala permasalahan mereka terkait produktifitas dengan berbagai metode yang merangsang kreatifitas dan inovatif.
Garis pantai kita yang luas, seharusnya tidak menjadikan keterbatasan lahan sebagai dampak kelangkaan garam di pasaran. Mungkin para pemilik lahan dipesisir atau berbagai tempat yang strategis untuk produksi garam dapat berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk investasi produksi garam. Selain itu juga jaringan infrastruktur yang memadai seperti jalan penghubungan dan ketersediaan jaringan telekomunikasi dapat meningkatkan mobilitas serta perolehan informiasi terkait mata pencahariannya.
Impor dan impor pada akhirnya masih menjadi langkah terakhir dalam mengimbangi stok berbagai kebutuhan pokok yang seharus masih bisa lebih kita dapatkan di negara kita sendiri. Apa setidak kita juga sampai harus impor ke planet Mars? karena ternyata, dari hasil penelitian badan antariksa NASA (National Aeronatics and Space Administration) pada April 2015 menemukan bahwa adanya kandungan air di planet Mars.
Meskipun kandungan air yang ditemukan tidak berwujud seperti aliran sungai atau laut, NASA menemukan sebuah material benda cair yang membeku dalam bentuk permafrost. Hal tersebutlah yang membuat para peneliti mempelajari kandungan air garam di Mars lebih lanjut. Mereka mengungkap, bahwa pada dasarnya air garam yang ditemukan di Mars merupakan H20 (karbondioksida) yang sebenarnya tidak dapat bertahan di ekosistem tanah Mars, karena disebabkan oleh suhu yang begitu dingin.