Lihat ke Halaman Asli

Frando Nainggolan

Berkarya Tanpa Batas

Segambar dan Serupa dengan Allah

Diperbarui: 5 Juli 2021   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Allah telah melaksanakan suatu karya pekerjaan yang ajaib yang telah menjadikan, menciptakan, atau membuat langit dan bumi dengan segala isinya. Dalam perkataan ini kata kerja "bara " (Mencipta), menggambarkan pekerjaan Allah sebagai sesuatu yang ajaib.  Betapa besar kuasa khalik yang dapat menciptakan, memelihara dan mengendalikan makhluk-makhluk yang luar biasa itu. Betapa indah dan sempurna segala buatan Allah, alangkah besar kebijaksanaannya yang menetapkan waktu, tempat dan peranan segala makhluk itu masing-masing dan yang menyusun semuanya itu menjadi suatu kerajaan yang teratur dan tak kunjung terganggu (Christopher barth: 2008, 21-28).

Pemberian nama atas terang sebagai siang dan gelap menjadi malam bertujuan untuk menegakkan ke-Tuhan-an Allah di atas gelap dan terang tersebut, makna "menamai" sekaligus memberikan tugas dan melantik terang dan gelap itu agar bekerja dan mengabdi kepada Allah. Terang dan gelap itu bukan berdiri sendiri, otonom atau bekerja sesuai dengan kemauannya sendiri, tetapi mereka bekerja sesuai dengan kehendak pimpinannya (Allah). 

Maka jadilah petang dan jadilah pagi sebagai permulaan waktu, penciptaan Allah tersebut menjadi awal sejarah dunia yang terpisah dari Allah. Dari penjelasan ini terlihat bahwa secara teologis segala ciptaan Allah selayaknya harus bekerja sesuai dengan kehendak Allah sebagai penciptanya. Allah kemudian menyediakan bumi sebagai tempat kediaman utama bagi kehidupan dan sejarah. 

Dalam proses pengaturan semuanya itu dan segala air di bawah langit  tak terdengar sepatah kata pun bentuk penyanggahan atas perintah tersebut, itu menunjukkan bahwa Allah sebagai penguasa, dan mutlak terjadi segala yang difirmankan-Nya (Walter Lamp: 1971, 34-38). Allah menciptakan kehidupan dengan firman-Nya dan dengan tenaga yang dimiliki oleh tanah (hendaklah tanah menumbuhkan) menunjukkan bahwa tanah dan kodratnya terutama daya kesuburannya, sama sekali bergantung kepada firman Allah.

Penciptaan manusia Pada kejadian 1: 26-31, merupakan puncak dari riwayat yang pertama, yaitu tentang penciptaan yang sampai kepada tujuannya yaitu penciptaan manusia, karena manusia adalah tujuan dan mahkota segala makhluk. Manusia dijadikan dengan perantaraan firman Allah, dan dengan ini disangkal keilahian manusia yang manapun, bahwa penciptaan manusia diasingkan dari penciptaan yang sebelumnya. Ayat 26 membuka pandangan kita kedalam hati dan keputusan Allah "Baiklah kita membuat manusia segambar dan serupa dengan kita". Baiklah kita artinya alam tumbuh-tumbuhan dan alam binatang adalah langsung kepada tanah dan hanya dengan perantaraan bumi berhubungan dengan Allah, Allah mengambil minat dalam penciptaan.

Kesempurnaan manusia oleh Allah yaitu Manusia sebagai jiwa yang ber tubuh, manusia yang berkelamin laki-laki dan perempuan, manusia sebagai hamba Allah dan serta Tuan di atas segala Bumi, dan manusia sebagai gambar Allah sehingga hal inilah yang di sebut sebagai segi-segi yang terpenting dari kemampuan Manusia. Allah menciptakan manusia sebagai mahluk yang bertubuh sebagai daging.  Itu berarti bahwa manusia selalu bersifat daging. 

Sesuatu pun di dalam dirinya tidak ada yang tidak ikut dalam mengambil bagian dalam kemuliaan tubuh sebagi mahluk yang sempurna. Manusia adalah mahluk rendah di bawah langit, Hamba Allah belaka, akan tetapi manusia sangat tinggi di atas bumi begitu juga di hadapan Allah, mereka di sempurnakan oleh Allah yaitu tuan bagi segala makhluk hidup di bumi (Chrispoher Barth: 2018, 31-39) .

Penciptaan manusia menurut  gambar dan rupa Allah secara negatif menyangkal manusia sama dengan Allah. Allah disini adalah Allah yang Transenden yaitu Allah yang tidak terjangkau, Allah yang tidak terbatas, dan sungguh jauh dari jangkauan kita. Perlu kita ketahui bahwa, Semulia-mulia nya manusia itu, dia tidak akan bisa sama dengan Allah. melainkan hanya gambar Allah saja lah yang melekat dalam diri manusia itu. 

Bahkan, jika saatnya telah tiba, ternyata manusia itu hanyalah sebagai makhluk yang fana yang berasal dari debu tanah (bnd. Kejadian 2:7), dan juga akan kembali ke debu tanah, (Kejadian 3:19).  Allah memiliki tujuan yang khusus dan utama sehingga menempatkan manusia itu di dunia ini, yaitu dengan menunjukkan kedaulatan Allah atas dunia ciptaan dengan cara menaklukkan dunia dan berkuasa atas dunia ini juga.

Dengan demikian, manusia memiliki relasi yang istimewa dengan Allah, penguasa bumi yang sebenarnya, berkenan dengan kewajibannya mewakili Allah yang maha kuasa untuk menguasai Alam.  Manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan menurut gambar Allah dalam posisi setara tanpa hierarki. Martabat manusia terletak dalam keberadaannya sebagai gambar Allah. Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dalam mandat yang sama dari Tuhan untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kej. 1:26, 28-29).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline