Lihat ke Halaman Asli

Frando Nainggolan

Berkarya Tanpa Batas

Persahabatan

Diperbarui: 23 Maret 2021   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu desa hiduplah dua orang pria yang sudah bersahabat akrab sejak kecil. Mereka hidup seakan-akan tidak ada sesuatu apa pun yang dapat memisahkan mereka. Walaupun  persahabatan yang sekian lama dipupuk mengikat mereka untuk tetap bersama. Tetapi suatu keadaan yang tidak menguntungkan memisahkan mereka untuk hidup di dua negara terpisah yang saling bermusuhan. Suatu hari, salah seorang dari mereka, yang kebetulan pedagang, mengunjungi temannya. Raja segera diberitahu, bahwa ada orang asing dari negeri musuh sedang berjalan-jalan di jalanan ibu kota. Maka, atas perintah raja, pria itu pun segera ditangkap. Melalui pengadilan kilat, raja rnemerintahkan para petugas untuk memenggal kepalanya.

Pedagang itu bersujud dan memohon kepada sang raja agar memperkenankan dia menyelesaikan semua urusan dagangnya sebelum ia dibunuh. Dia berkata; "Paduka yang mulia, semua uangku diinvestasikan kepada seorang pedagang lain, dan kami tidak mempunyai dokumen tertulis untuk itu", katanya memohon. "Jika aku mati tanpa menjelaskan segala urusan keuangan, anak-anakku dan istiriku akan hidup melarat. Izinkanlah aku kembali ke rumah dan membereskan segala urusanku, dan kemudian aku akan kembali".

 "Apakah engkau kira aku ini orang bodoh?" kata raja. "Siapa yang pernah mendengar seorang tawanan kembali tanpa paksaan?"

"Yang mulia", sahut sang pemuda, "aku mempunyai seorang sahabat di negeri ini yang akan menjadi jaminan bagiku".

Sang raja memerintahkan sahabat orang itu untuk menghadap, lalu raja bertanya kepadanya, "Apakah engkau bersedia menjadi jaminan bagi sahabatmu? Camkanlah ini, kalau ia tidak kembali, engkau akan dipancung!" "Saya menganggap sebagai suatu kehormatan untuk menawarkan hidupku sebagai jaminan bagi sahabatku", kata orang itu. Raja kagum dan mengizinkan pedagang itu pulang untuk menyelesaikan urusan dagangnya selama sebulan. "Jika engkau tidak kembali dalam 30 hari, kami akan memenggal kepala temanmu," kata raja.

Pada hari terakhir dari batas waktu yang ditentukan, raja menanti kedatangan kembali pedagang itu hingga sore hari. Segera sebelum matahari terbenam, raja memerintahkan petugas untuk memenggal kepala tawanan itu. Sementara sahabatnya berlutut di samping sebuah balok kayu yang besar, berteriaklah seseorang dari tengah kerumunan massa yang hadir, "Pedagang itu telah kembali!".

Setibanya pedagang itu, ia melihat bahwa sahabatnya segera akan dipenggal. Secepat kilat, ia menuju tempat hukuman dan mendorong ke luar sahabatnya, "sekarang, aku telah siap untuk menjalani hukumanku", katanya seraya berlutut.

Sahabatnya yang tidak begitu mudah diyakinkan itu berkata dengan mantap, "Aku telah siap untuk mati bagimu". Dua sahabat karib itu berdebat beberapa saat, masing-masing menyatakan kesediaannya untuk mati dipenggal. Sementara itu, sang raja dan dewannya terperangah menyaksikan percakapan kedua sahabat itu.

 Akhirnya, raja memerintahkan agar pedang para pengawal disarungkan kembali, sambil berkata, "Selama hidupku, aku belum pernah menyaksikan suatu pengorbanan yang sedemikian besar seperti ini. Anda berdua diampuni" Kemudian raja memanggil kedua pria itu menghadapnya. "Persahabatan yang mendalam adalah permata yang mahal", katanya dengan sederhana. "Saya mohon kepada Anda berdua, perkenankanlah aku bergabung dengan Anda sebagai sahabat ketiga." Sejak hari itu, kedua pria itu menjadi sahabat raja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline