Lihat ke Halaman Asli

Soeharto Sangat Tidak Layak Jadi Pahlawan Nasional

Diperbarui: 23 Mei 2016   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soeharto Mancing dan Riang Dengan Moge

Seorang yang diberikan predikat Pahlawan Nasional, memang sejak kepemimpinannya, sejak sosok itu bisa dan berpeluang berbuat banyak untuk bangsa dan negaranya, nilai pribadi jati dirinya dan kata katanya, perbuatannya tidak tercela hingga akhir hayatnya. Nilai pribadi jati dirinya serta pebuatannya selalu menjadi kenangan indah, kenangan yang mengandung sarat manfaat serta contoh sosok panutan yang sangat dirindukan bagi banyak orang/rakyat.

Sekarang kita coba meninjau laku Soeharto sebagai Presiden RI ke-2 setelah Presiden Soekarno.

1.Disaat Soeharto menjadi Presiden, kita masyarakat Indonesia tidak mendapatkan keterbukaan informasi yang jelas tentang dirinya bisa menjadi seorang Presiden di Indonesia.

2. Tentang Surat Perintah 11 Maret (SuperSemar) juga sampai saat ini tidak jelas dan dimana surat aslinya. Disaat kepemimpinan Soeharto, bahkan surat itu sangat dirahasiakan oleh Soeharto sendiri.

3. Selama kepemimpinan Soeharto, keluarga Cendana dan dirinya Soeharto berada sangat jauh dengan rakyat Indonesia, Soeharto bagaikan berada di menara gading dengan pengawalan dan penjagaan yang sangat berlebihan ketatnya.

4. Musuh politik Soeharto ketika berkuasa, selalu ingin dibungkam dan dipenjarakan dengan segala cara bersama Badan Intelijen untuk bisa membekuk lawan politiknya.

5. Pada periode kepemimpinan Soeharto sangat banyak pelanggaran Hukum dan HAM yang terjadi tanpa ada penyelesaian hukum yang baik dan benar untuk menyelesaikannya. Terjadinya penembakan misterius, sampai penembakan terhadap mahasiswa sebelum kejatuhannya pada Mei 1998.Tercatat sebagai Negara pelanggaran HAM paling buruh didunia saat itu.

6. Kebebasan Pers dan kebebasan berpendapat sama sekali tidak ada dan Kekuasaan Soeharto adalah kekuasaan yang tidak pernah salah. Penangkapan dan pembunuhan lawan politik sangat mudah dilakukan tanpa adanya penegakan hukum.

7. Lembaga DPR dan MPR dijadikan hanya sebagai lembaga LEGALISASI REKAYASA untuk kelanggengan kekuasaan Soeharto selama 32 Tahun (1967-1998). Atas nama Wakil Rakyat kekuasaan Soeharto bisa berlanjut dan tidak sesuai dengan hakikat misi nyata landasan UUD 1945 dan Pancasila. Selama masa Orde Baru, Pemerintah telah  melaksanakan sebanyak enam kali pemilihan umum rekayasa, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar (belum partai saat itu) selalu memperoleh mayoritas suara. (Inilah bentuk rekayasa kekuasaan oleh Soeharto). Pada saat itu ada dua Partai yaitu PPP dan PDI, Golongan Karya (Golkar).

8. Oleh Soeharto, Militer dijadikan bagian sebagai alat penggebuk semua musuh dan lawan politik Soeharto di dalam negeri. Militer diberi keleluasaan fungsi seperti Dwi Fungsi ABRI.

9. Soeharto melakukan pembiaran kepada anak anaknya untuk dengan mudah memanfaatkan fasilitas Negara untuk mempermudah bisnis para anak anaknya, sehingga kekuatan ekonomi cenderung berada diposisi kelompok bisnis anak anak Soeharto dan para kelompoknya dan para pengusaha Cina. Pada saat itu Bank Indonesia juga dimanfaatkan untuk memback-up permodalan anak anak Soeharto dalam bisnis mobil buatan Indonesia yang diimport utuh non branding dari produksi Korea Selatan. Sampai saat ini pengembaliannya ke BI tidak jelas. Penyelenggaraan Negara yang penuh dengan Korupsi, Kolusi, serta Nepotisme. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline