Lihat ke Halaman Asli

Minyak Angola, Surya Paloh dan Jokowi

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pernah baca tulisan Pembelian minyak ke Angola bisa menghemat devisa yang cukup besar bagi Indonesia dan bisa menghemat 25% ? Mungkin sudah yaa. Rupanya dengan cara inilah pemerintahan Jokowi-Jk ingin keluar dari Mafia Migas yang bermukim di Petral group Singapura. Kita juga heran mengapa pemerintahan Jokowi-Jk tidak berani membubarkan PT. Petral Inc. sebagai anak perusahaan PT.Pertamina yang selama ini sebagai perantara pembelian semua impor minyak mentah dan BBM untuk Indonesia. Kekayaan PT. Petral sudah sangat besar hanya dari komisi kumulasi aktifisasi impor minyak ke Indonesia. Seharusnya pemerintah bisa menyita sebagian besar kekayaan PT.Petral Inc. ini sebelum membubarkannya.

Surya Paloh sebelum Pilpres yang lalu, bersama rombongan berkunjung ke China dan Surya Paloh juga mendapatkan penghargaan terhormat dari Beijing Foreingn Studies University sebagai Professor 10/09/2014. Tidaklah mungkin Surya Paloh mendapatkan gelar kehormatan seperti itu, tanpa ada hubungan erat dan kuat yang sudah lama dijalin dan dipupuk dengan beberapa tokoh pejabat penting di China. Banyak orang tahu bahwa dibelakang bisnis Surya Paloh ada pendukungnya kapitalis aseng  James Riady dan Antony Salim (agen china military intelligence) pemilik PT. Multipolar, Lippo Group yang memiliki anak perusahaan bernama PT. Media Televisi Indonesia (MTI) sebagai pelaksana MetroTV.

Adalah sebuah perusahaan yang bergerak di Migas milik Surya Paloh sang Ketua Umum Partai Nasdem bernama PT. Surya Energi Raya sudah lama menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan minyak China "Sonagol International Holding Ltd." Dan perusahaan inilah salah satu yang berinvestasi cukup besar dalam pengelolaan SDA (sumber daya alam) terutama minyak bumi Negara Angola. Kedekatan Surya Paloh dengan Presiden Jokowi, ternyata mempengaruhi keputusan rencana realisasi pembelian minyak Indonesia secara G to G dengan Negara Angola.  Tapi anehnya pembelian G to G tersebut diakali oleh konspirasi transaksi yang akan terjadi oleh China International Fund (CIF) atas peran serta saran Surya Paloh (kata Surta Paloh, saya kan, hanya menyarankan saja sebagai sahabat Jokowi). Negara Angola yang lebih miskin dari Indonesia, lucunya bisa berani untuk melakukan investasi membangun kilang minyak di Indonesia untuk memproduksi migas. Keberanian Negara Angola sebenarnya dipicu oleh pembackingan dana dari China International Fund (CIF) atas semua transaksi migas di Indonesia.  Makanya telah ditanda tangani pembelian minyak dan kerjasama antara Presiden Jokowi dengan Wakil Presiden Angola Manuel Domingos Fincente di Istana Merdeka 31 Oktober 2014. Tidak itu saja, bahkan di Kantor Kementerian ESDM telah pula disepakati rencana pembangunan kilang minyak, eksplorasi, eksploitasi produksi migas di Indonesia antara Chairman of Board of Director Sonagol EP, Francisco de Lemos Jose Maria pada  3 November 2014.

Bisa jadi juga pembelian G to G ke Angola ada juga kaitannya dengan mafia migas yang lama dengan Sonagol EP (China International Fund group) serta PT. Surya Energi Raya milik Surya Paloh. Hal ini bisa terjadi mengingat cukup besarnya nilai uang dalam transaksi migas ini secara berjangka panjang. Inilah budaya metamorfosa mafia migas setiap saat bisa berubah untuk menyesuaikan diri dalam strategi pengelabuan.

Ada sebanyak 21 perjanjian kerja sama yang telah dilakukan oleh SBY dengan perusahaan Kapitalis-Komunis China, tentunya kekuatan modal ini ada kepentingannya dengan pemerintahan baru. Sebanyak 21 perjanjian investasi dan kerja sama inilah berlanjut konspirasi pembelian dan produksi migas dengan Negara Angola dimana sebenarnya dibelakang ini semua adalah kapitalis-komunis China International Fund (CIF). Legkap sudah penjajahan Indonesia secara ekonomi dimana kapitalis asing Amerika menghunjam dalam berbagai investasi mineral emas-tembaga, migas, perdagangan, lalu masuk juga secara kuat mencengkram penjajahan kapitalis-komunis China dalam berbagai bidang termasuk migas. Begitu juga kapitalis asing lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, India, Malaysia, Singapura dalam proxy Freemasonry.  Kalau begini, pertanyaan kita, kapan Indonesia bisa mandiri dalam ekonomi yang mandiri secara politik dan dikuasai oleh anak bangsa sendiri lalu Kapitalis asing tidak mendominasi, akan tetapi hanya sebagai mitra produktif sementara dalam profitabilitas. (Francius Matu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline