"Masalah yang dialami para misionaris Katolik ialah mereka menggaruk di tempat yang tidak gatal" -- Jacob A. Loewen
"Seorang pewarta Injil yang baik itu bukanlah seorang pengkhotbah yang baik, melainkan seorang pendengar yang baik" - Louis J. Luzbetak
"Budaya adalah bagian eksistensi bangsa. Keragaman budaya Indonesia pernyataan kemajemukan bangsa. Nilai kemajemukan budaya yang dihidupi dalam keseharian. Penulis artikel budaya, meski lelah jangan menyerah. Pegiat seni budaya mari semakin berkarya. Mensyukuri berkat kemerdekaan melalui karya budaya" (Suprihati, K 19/08/2021).
Pernyataan Ibu Suprihati bahwa keragaman budaya Indonesia merupakan pernyataan kemajemukan bangsa adalah sebuah kebenaran yang takterbantahkan. Karena itu pulalah artikel-artikel yang saya tulis kebanyakan berbicara tentang kebudayaan suku Dayak. Meski lingkup pembahasannya lebih banyak tentang subsuku Dayak Desa, namun rasanya sudah cukup melukiskan kulturalitas-religiositas suku Dayak secara umum.
Tujuan saya menghadirkan artikel tentang budaya Dayak juga sebagai upaya untuk menunjukkan betapa beragamnya budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Akan tetapi, sebagai seorang gembala umat (pelayan pastoral), saya menjadikan kebudayaan, yang oleh Louis J. Luzbetak diartikan sebagai pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan beberapa bakat dan kebiasaan yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat, sebagai tempat, meminjam kata-kata Stephen B. Bevans, untuk menemukan pewahyuan dan penyataan diri Allah yang tersembunyi dalam nilai-nilai, pola-pola relasional dan keprihatinan-keprihatinan dari sebuah konteks.
Dijadikannya kebudayaan manusia sebagai tempat untuk menemukan pewahyuan diri Allah selaras dengan apa yang menjadi sikap misioner Gereja Katolik yang mulai dengan cita rasa menghargai secara mendalam "apa yang ada pada manusia". Oleh Gereja, "apa yang ada pada manusia" (kodrat manusia dan konteks kehidupannya) itu dipandang baik, kudus dan bernilai.
Pengalaman Perjumpaan dengan Budaya Jawa
Pengalaman perjumpaan saya dengan budaya Jawa merupakan salah satu faktor yang mendorong saya untuk bergiat menggarap dan menggali kekayaan budaya Dayak.
Saya pernah enam tahun mengembara di tanah Jawa, tepatnya di Kota Malang, dalam rangka melanjutkan pendidikan ke Seminari Tinggi. Sebuah masa di mana saya sungguh diperkaya dalam pengalaman dan pengetahuan. Dengan menghayati peribahasa "Di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung", dari hari ke hari saya semakin dibuat jatuh hati dan terpesona dengan budaya Jawa.
Wayang merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang membuat saya terkesima karena ada begitu banyak falsafah hidup yang terkandung di dalamnya. Saya bisa mengetahuinya karena tema-tema seputar pewayangan menjadi bahan diskusi kami di bangku kuliah.
Saya semakin dibuat terkagum-kagum ketika mengetahui ada beberapa Romo yang menjadikan wayang sebagai media pewartaan iman Katolik. Sebuah upaya yang sungguh sangat kontekstual karena menggunakan media yang akrab dan dekat dengan kehidupan umat.