Lihat ke Halaman Asli

Gregorius Nyaming

TERVERIFIKASI

Hanya seorang anak peladang

Menyigi Pemuliaan Harkat dan Martabat Kaum Perempuan dalam Kearifan Berladang Suku Dayak Desa

Diperbarui: 22 Agustus 2021   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaum perempuan sedang gotong royong menyiangi (ngemabau) rumput. Sumber: Dokumentasi pribadi

"TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia" (Kej 2:18).

Melahirkan tema-tema yang relevan dengan situasi kehidupan dengan mengarahkan perhatian ke ladang, rasanya memang takakan ada habisnya. Akan selalu ada tema yang menarik untuk dikaji agar kemudian bisa dijadikan bahan permenungan. Dan, salah satu tema yang layak untuk diangkat ialah tentang pemuliaan harkat dan martabat kaum perempuan.

Artikel ini memang hendak menyigi tema tersebut dengan sedikit akan merujuk pada Kitab Kejadian sebagai pendasaran biblis untuk menunjukkan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Juga akan merujuk pada beberapa ajaran Gereja Katolik berkaitan dengan harkat dan martabat perempuan.

Rujukan-rujukan tersebut sehati dan sesuara menegaskan bahwa: kaum perempuan harus dilibatkan secara penuh dalam kehidupan Gereja (keagamaan), kehidupan sosial dan publik.

***

Keterlibatan kaum perempuan dalam dunia perladangan memang sudah menjadi tuntutan. Karena mengingat sistem perladangan dalam masyarakat Dayak itu sendiri sungguh memerlukan tenaga yang tidak sedikit. Adalah hal yang mustahil bila menyerahkan pengerjaan ladang hanya kepada kaum laki-laki saja.

Bayangkan, ada delapan (8) tahap perladangan yang mesti dilalui : 1) memilih lokasi, 2) menebas lahan, 3) menebang pepohonan, 4) membakar lahan, 5) mengumpulkan dan membakar kayu-kayu sisa pembakaran, 6) menanam, 7) menyiangi rumput, 8) memanen.

Betapa menderitanya kaum lelaki bila semuanya itu ditanggungkan kepada mereka. Di dalam Kitab Kejadian, setelah manusia jatuh ke dalam dosa, memang tertulis bahwa manusia (laki-laki) akan dengan bersusah payah mencari rezeki (bdk. Kej 3:17) dan dengan berpeluh dia akan mencari makanannya (bdk. Kej 3:19).

Pesan Kitab Suci di atas memang mau menunjukkan bahwa tugas dan tanggung jawab untuk mengupayakan nafkah bagi keluarga berada di pundak seorang suami. Tugas tersebut tidaklah kemudian dilihat sebagai bentuk penafian atas tugas dan peran perempuan (istri). Seorang istri hadir untuk menemani, melengkapi dan menjadi penolong bagi sang suami.

Suasana seperti itulah yang nampak pada saat musim berladang tiba. Baik laki-laki maupun perempuan saling bahu membahu dalam mengerjakan ladang demi hasil panen yang baik dan berlimpah.

Di dalam sebuah masyarakat yang menganut sistem bilateral, laki-laki dan perempuan memainkan peran yang sama-sama pentingnya dalam tugas kemasyarakatan dan juga dalam tugas mencari nafkah untuk keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline