Berpaling ke alam kerap kali dilakukan oleh manusia dalam upaya mencari jawab atas apa tujuan dan makna keberadaan hidupnya di dunia ini.
Cara ini lebih dikenal dengan nama "meditasi alam". Saat masih menjalani masa-masa pembinaan di Seminari Tinggi dulu, cara meditasi ini seringkali kami praktikkan.
Saya masih ingat suatu kali saat mengikuti rekoleksi bulanan, oleh pembimbing rekoleksi kami diminta untuk barang beberapa menit berkeliling di sekitaran kompleks.
Sambil berjalan dalam keheningan, kami diminta untuk mencari benda apa saja yang sekiranya mewakili suasana batin maupun pergulatan kami selama ini dalam menjawab panggilan Tuhan.
Ketika waktu untuk bermeditasi sudah selesai, saya dan teman-teman pun kembali ke ruangan. Masing-masing kami membawa aneka macam benda yang dirasa mewakili suasana batin maupun pergulatannya selama ini.
Ada yang membawa ranting atau daun kering untuk mau melukiskan kalau saat itu dia sedang mengalami kekeringan. Ada juga yang membawa bunga atau tetumbuhan segar. Pertanda bahwa dia sedang bersemangat dan penuh suka cita dalam menjalani hidup panggilannya.
Bahkan ada juga yang tidak membawa apa-apa. Dengan maksud untuk menunjukkan bahwa saat itu hidupnya sedang mengalami kekosongan. Karena itu, sungguh memerlukan tuntunan dan bimbingan.
Berpaling ke Ladang
Berpaling ke ladang juga merupakan sebuah bentuk meditasi alam. Mengapa ladang yang saya pilih? Karena ia sungguh dekat dan akrab dengan kehidupan saya. Sesederhana itu alasannya.
Sudah menjadi hal yang lumrah rasanya bagi kita manusia menjadikan sesuatu yang akrab dengan kehidupan kita sebagai sumber inspirasi.