Lihat ke Halaman Asli

Gregorius Nyaming

TERVERIFIKASI

Hanya seorang anak peladang

Masih tentang Kearifan Berlandang Suku Dayak

Diperbarui: 6 Juli 2020   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga sedang menanam padi (nugal) di ladang.

Dalam artikel sebelumnya "Kearifan Berladang Suku Dayak: Harmoni antara Tuhan, Manusia dan Alam", saya telah berusaha menunjukkan bagaimana melalui aktivitas berladang, masyarakat Dayak, secara khusus para peladang.

Selalu berupaya menciptakan dan menjaga relasi yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama dan manusia dengan alam. Keharmonisan itu mereka tunjukkan lewat ritual-ritual dan juga lewat perhatian kepada sesama saat berada di ladang maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Tulisan berikut ini masih menampilkan nilai-nilai luhur, baik dan indah yang dijumpai dalam aktivitas berladang suku Dayak. Ladang, sekali lagi, tak pernah dilihat hanya sebagai sebuah tempat untuk menanam padi beserta tanaman-tanaman lainnya. 

Namun, ladang menjadi semacam arena di mana manusia menghayati hidupnya sebagai makhluk yang tak hanya berdimensi horizontal, tapi juga vertikal. 

Dengan kata lain, ladang menjadi panggung bagi  para peladang membangun dan menjaga keharmonisan dengan Sang Pencipta (dimensi vertikal), dan pada saat yang sama dengan sesamanya dan alam (dimensi horizontal). Kedua dimensi ini akan selalu dijumpai, berjalan beriringan dan saling mengisi dalam seluruh aktivitas berladang.

Dari kehidupan peladang, yang dengan gamblang menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang berdimensi vertikal dan horizontal, lahirlah kemudian beberapa butir penting.

Pertama, manusia sebagai pribadi yang terbuka dan terarah kepada Tuhan. Ajaran Kristiani meyakini bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. 

Keterciptaan menurut gambar dan rupa Allah menjadikan manusia memiliki dimensi transenden di dalam dirinya. Manusia memang hidup dalam keterbatasan ruang dan waktu, bahkan dirinya pun adalah makhluk yang terbatas. 

Namun, hidup manusia tetap menjadi cermin dari kehidupan Ilahi karena dalam hidupnya itu terkandung dimensi transenden. Dimensi transenden yang ada dalam dirinya itu, membuat manusia memiliki keterarahan atau keterbukaan pada Allah.

Bagaimana ketransendenan manusia ini dipahami dalam konteks kehidupan peladang? Pertama-tama, manusia dalam pemahaman suku Dayak memiliki kodrat ilahi di dalam dirinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline