Lihat ke Halaman Asli

Film K Vs K yang Menggugah

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tingkat korupsi di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Dari pemangku jabatan tingkat rendah hingga pengambil keputusan untuk urusan yang besar sudah tercemar dengan tindakan korupsi. Apakah kita harus diam saja mengingat korupsi ini yang menjadi akar permasalahan pembangunan di Indonesia? Apakah kita harus diam saja karena korupsi yang menyengsarakan bangsa ini? Tentu saja tidak. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah dan mengatasi tindak korupsi di negara ini seperti yang digambarkan dalam film K Vs K (kita Vs Korupsi). Film ini terdiri dari empat film pendek yang mengisahkan tindak korupsi atau yang menjurus ke korupsi. Film pertama yang berjudul Rumah Perkara menceritakan seorang Pak lurah yang tidak menepati janjinya untuk melindungi dan menyejahterakan warganya pada saat ada perusahaan pengembang yang ingin menggusur rumah warga untuk dibangun real estate, sport center, lapangan golf, dan tempat komersial lain. Akan tetapi, ada satu warga yang tidak mau bekerjasama untuk pindah dari rumahnya karena di rumahnya ada kenangan bersama suaminya. Di akhir cerita rumah perempuan ini di bakar oleh orang bayaran perusahaan pengembang. Di film ini terlihat seorang pemimpin yang memberikan janji-janji dan harapan kepada warganya saat pemilihan pemimpin suatu daerah. Berapa banyak janji yang mereka berikan agar terpilih. Mereka janji membangun jalanlah, membangun mesjidlah, bangun sekolahlah, janji membebaskan biaya pendidikan dan biaya kesehatanlah. Berapa banyak janji yang mereka lakukan saat terpilih? Mereka sangat sulit melakukan hal yang benar saat sudah berhadapan dengan uang yang ada di depan mata. Di film Rumah Perkara ini juga terlihat sebuah perusahaan pengembang yang melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dan rencanakan. Bahkan tidak segan-segan membakar rumah warga. Dimana pemimpin yang seharusnya melindungi warganya? Apakah mereka tertidur dan lupa dengan janjinya karena terlalu lama bermimpi? Padahal kita hanya berharap pemimpin melindungi warganya dari segala bentuk ancaman. Sungguh miris! Film kedua yaitu Aku Padamu yang menceritakan sepasang kekasih yang ingin menikah tetapi tidak memiliki persyaratan yang lengkap untuk mengajukan pernikahannya ke KUA. Sang pria mengusulkan untuk menggunakan calo saja agar urusannya cepat selesai, tetapi sang perempuan yang terinspirasi dari guru masa kecilnya yang jujur dan idealis menghadapi hidup menolak untuk memulai suatu pernikahan dengan cara yang salah. Sang guru menolak menyogok untuk dapat diangkat menjadi guru tetap di sekolah tempatnya mengajar. Film Rumah Perkara ini menekankan kalau kita tidak boleh mengalah dan menyerah untuk menjalani hidup dengan jujur apalagi segala sesuatu di dalam kehidupan ini berawal dari yang kecil hingga akhirnya menjadi besar. Sekali tidak jujur maka akan terbiasa menjadi tidak jujur. Bahkan menggampangkan semua hal yang salah karena orang melakukannya. Padahal kita tahu yang orang lakukan salah. Itulah masalahnya. Film ketiga berjudul Selamat Siang, Risa. Film ini mengisahkan seorang Kabag perizinan yang dihadapkan kepada masalah adanya pihak yang ingin menyogoknya. Risa teringat masa kecilnya pada saat keluarganya kekurangan tetapi ayahnya yang bekerja di sebuah gudang beras menolak untuk memberikan izin kepada pengusaha beras yang ingin menimbun beras karena beberapa hari lagi harga beras dipastikan naik. Pada akhirnya Risa menolak untuk disogok karena dia yakin semua kebaikan lahir dari kebaikan sebelumnya. Film Selamat Siang, Risa ini menggambarkan seorang anak yang dibesarkan dengan kejujuran orang tuanya terhadap hidup dan masalah penyalahgunaan wewenang meskipun kecil mempengaruhi kehidupan dia selanjutnya. Dia belajar banyak dari kejujuran orang tuanya. Dengan jujur semua pada akhirnya akan baik-baik saja. Bayangkan kalau ayahnya menerima uang sogokan. Di masa akan datang anaknya pasti akan merasa biasa saja untuk menerima uang “tambahan” yang diberikan pihak lain. Saya rasa benar, semua kembali dari mana kita berasal. Kalau kita dibesarkan dengan menjunjung tinggi kejujuran, kita akan menjadi orang yang jujur. Film terakhir ini adalah film amatir tentang anak sekolah yang bernama Gita menyadari banyak cerita di sekelilingnya yang dia tidak tahu. Temannya Gita yang bertugas menjual buku dari gurunya mengungkapkan alasan dia mendapat nilai yang lebih rendah dari temannya hanya karena dia tidak membeli buku yang dijual gurunya. Miris! Nilai bukannya ditentukan prestasinya tetapi ditentukan menguntungkan atau tidaknya guru tersebut. Di lain pihak, temannya yang lain terbiasa berbohong kepada orang tuanya saat meminta uang untuk membeli buku pelajaran. Ayahnya anak ini berbohong kepada atasannya. Atasannya akan berbohong kepada atasannya. Karena ini, terbentuk lingkaran kebohongan. Temannya Gita menganggap sogok menjadi biasa. Inilah yang terjadi di masyarakat kita sekarang. Berbohong, sogok, menggunakan calo untuk menyederhanakan masalah jadi biasa. Padahal ini merupakan perbuatan yang memalukan dan merusak suatu negara. Selama korupsi belum teratasi negara ini tidak makmur. Kesejahteraan masyarakat kita tidak akan merata. Nantinya banyak orang yang kaya karena uang haram dan banyak yang miskin kelaparan yang menjadi korban korupsi yang pada akhirnya akan memicu adanya tindak kekerasan, kejahatan, pencurian, dan kejahatan lain yang semuanya berawal dari menganggap ketidakjujuran hal yang biasa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline