Temanggung, 12 Juli 2024 - Diversitas budaya (Cultural Diversity) merupakan salah satu ciri khas yang menonjol dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di antara negara-negara lain yang memiliki banyak budaya, Indonesia memiliki keanekaragaman yang khas yakni dari segi agama, suku dan budaya, bahasa, alam, flora dan fauna, makanan, serta kesenian dan tradisi. Salah satunya adalah tradisi Dawuhan, yang merupakan tradisi unik warga Dusun Campurejo, Desa Geblog, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Para mahasiswa KKN dari Universitas Negeri Semarang ikut andil dalam tradisi tahunan Dawuhan yang merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan setiap akhir panen di rentang bulan Juli-Agustus (12/7). Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Dusun Campurejo atas ketersediaan air yang melimpah, yang digunakan sebagai irigasi lahan pertanian.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat Dusun Campurejo yang meliputi 3 RW yakni Jetis, Waduk, dan Bodehan. Tempat yang digunakan dalam pelaksanaan Dawuhan merupakan bendungan yang digunakan sebagai saluran irigasi pertanian warga masyarakat Dusun Campurejo yang terletak di desa sebelah, yakni Desa Kemiri, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Bendungan yang digunakan dalam pelaksanaan tradisi Dawuhan ini dinaungi oleh Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (PUSDATARU) Provinsi Jawa Tengah.
Salah satu tokoh masyarakat, Jiwarno (77 tahun) warga Dusun Campurejo, mengatakan bahwa tradisi ini merupakan tradisi turun temurun warga masyarakat Dusun Campurejo yang setiap tradisinya dilakukan berbagai macam kegiatan, mulai dari ritual penyembelihan ayam jago berwarna putih di bendungan yang wajib dibawa oleh kepala Dusun Campurejo, di mana ayam tersebut disembelih sebagai sajen wayang. "Maknanya, setiap kegiatan Dawuhan ini juga menggunakan ritual lainnya yakni apabila tidak melaksanakan kegiatan wayangan, setelah ayam disembelih di atas bendungan, maka akan dibakar dan dimakan bersama di bendungan tersebut, akan tetapi apabila dilaksanakan ritual wayangan di dusun, maka ayam yang disembelih di bendungan akan dibawa pulang untuk diolah menjadi ayam ingkung (ayam yang diungkep secara utuh). Semua tradisi dan tahap-tahap dalam pelaksanaan kegiatan Dawuhan ini diharapkan dilaksanakan untuk menjaga kelestarian budaya Dawuhan sekaligus memperkenalkan kepada generasi sekarang bahwa budaya ini harus 'diuri-uri' atau dilestarikan," tuturnya.
Makanan yang dibawa dalam tradisi Dawuhan ini adalah ketupat dan lepet yang terbuat dari beras ketan. Kemudian, setiap warga termasuk mahasiswa KKN membawa lauk masing-masing dari rumah untuk dimakan bersama di bendungan setelah acara do'a bersama. Setiap ketupat dan lepet yang dibawa warga digantungkan di bambu. Bukan tanpa alasan, bambu yang digunakan sebagai gantungan dari ketupat dan lepet juga bambu khusus yang diambil dari Dusun Pringtali, Desa Kemiri, Kecamatan Kaloran. Hal tersebut merupakan tradisi turun temurun dari tokoh leluhur yang bernama Kyai Among Tali.
Semua yang dilakukan tahap demi tahap dalam tradisi Dawuhan ini merupakan tradisi turun temurun yang sudah sejak lama dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Dusun Campurejo. Dengan adanya pelestarian ini, maka tradisi Dawuhan ini bisa dilanjutkan oleh generasi yang akan datang sehingga tradisi ini tidak hilang di tengah tantangan modernisasi dan globalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H