Lihat ke Halaman Asli

Fransiskus Nong Budi

Franceisco Nonk

"ADA-ti-ADA"

Diperbarui: 10 November 2018   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dok. pribadi)

ADA-ti-ADA bukan Filsafat Ada dan bukan filsafat Tiada, tetapi kedua-duanya. Kedua-duanya sebagai satu fenomenologi. Ia tak dapat dibayangkan sebagai yang bukan ADA-ti-ADA.

Diskursus yang tak banyak dipandang, utamanya sejak Aristokles (Platon) dan Aristoteles sampai "Dunia Kekinian" yang terbenum dalam logika ada. Ketiadaan itu selesai, sudah titik sejak itu. Naskah-naskah dan forum atau agora sepi dengannya.

Ada - kamu dapat menyebut atau menamai sesukamu, apapun atau bagaimanapun itu - sudah tak berdaya, tak bersengat (di mana sengatmu, tanya seseorang), tak berbisa. Kamu boleh juga mengatakan Allah sudah mati, seperti Nietsche. Kecuali itu, tinggal orang beriman. Tapi tampaknya mereka juga gagal Mencinta. Kata Mencinta ini berada dalam perspektif filosofis, bukan romantisme abal-abalan. Mencinta itu memahami teori dan pragma. Sementara itu, ada yang juga tidak sepenuhnya dipersalahkan. Mereka ini hanya bereaksi kepada kelompok sebelahnya tadi. Mereka juga gagal Mencinta, meskipun pragma mereka tak boleh dipandang hina. Sains sekarang terjebak pada kemacetan berpikir. Mereka tidak mengkaji atau mengobservasi fenomen dengan tuntas. Ketiadaan itu tak bermakna atau irasional. ADA-ti-ADA berada dalam upaya menghindarkan manusia dari sisi keterpurukan itu, kedua-duanya.

ADA-ti-ADA memberi paradigma awali untuk hidup dan menjadi, untuk bereksistensi menuju-menjadi, untuk ke-sana, untuk Mencinta. Ini suatu Posibilitas!

(dok. pribadi)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline