Lihat ke Halaman Asli

Suaviter

TERVERIFIKASI

Sedang dalam proses latihan menulis

Fenomena "Tebar Pesona" para Perantau

Diperbarui: 13 April 2022   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi tebar pesona. Gambar diambil dari lifestyle.okezone.com

Saat mudik atau pulkam, ada fenomena yang menarik untuk disaksikan. Sering terjadi "tebar pesona" dari para perantau untuk mengundang decak kagum keluarga dan teman sekampung.

Libur panjang merupakan saat yang dinanti-nantikan. Anak sekolah dan mahasiswa-i akan "bermanja ria" dari sekolah dan perkuliahan. Orang tua akan istirahat sejenak dari pekerjaan.

Dan, tentunya libur panjang sangat dinanti-nantikan oleh para perantau untuk dapat kembali ke kampung halaman barang lima hari saja. Apalagi, kalau libur panjang itu berhubungan juga dengan libur hari raya keagamaan. Tak akan disia-siakan.

Entah jauh atau tidak, yang penting pulang kampung (pulkam) atau mulih dilik (mudik). Entah ongkos perjalanan mahal atau tidak, pokoknya mudik dulu. Bertemu dengan keluarga di kampung halaman. Bercengkerama juga dengan teman, tetangga, atau masyarakat satu kampung.

Akan tetapi, bukan hal baru bila saat mudik, terjadi beberapa fenomena yang menarik. Saya pakai kata menarik, karena bagi saya memang menarik. Kadang saya geleng-geleng kepala, salut (positif), dan senyam-seyum sendiri.

Apa itu? Saat menyaksikan teman atau tetangga yang merantau pulkam, biasanya akan tampak fenomena tebar pesona. Fenomena yang saya maksudkan ini bukan tercipta dalam kurun waktu yang singkat, tetapi sudah lama, turun-temurun.

Ya, saya tidak mempersalahkan mereka yang tebar pesona saat pulkam. Sebab saya dan Saudara-i juga pasti (pernah, jarang, atau sering: silakan pilih yang mana) memberikan tebaran pesona di kampung. Mungkin bukan dengan maksud sengaja, tetapi orang lain menjadi sungguh terpesona dengan kita.

Tujuan mulia

Sebelum tiba pada uraian opini tentang fenomena tebar pesona, sebenarnya ada tujuan mulia dari mudik atau pulkam. Bagi saya ditambah keterangan dari beberapa kolega dan teman kerja, mudik pertama kali, dilakukan untuk berjumpa dengan orang tua barulah kemudian tetangga dan teman lama di kampung.

Sebagai seorang anak yang tahu berterima kasih, meninggalkan sejenak pekerjaan di tempat rantau demi memeluk, bercerita, dan memberikan sekian persen dari hasil kerja adalah suatu keharusan.

Sudah sekian lama berada di tanah rantau. Tidak dapat bertatap muka dan bercerita seperti saat masih dibina orang tua. Maka, muncul kerinduan batin untuk berkumpul lagi bersama orang tua.

Jika orang tua di kampung sudah tiada, pasti ceritanya akan berbeda. Gairah untuk pulkam pasti sudah amat surut. Lalu, mengunjungi saudara-i kandung bagaimana? Pasti tetap ada perbedaan nuansa. Mereka pun pasti sibuk dengan pekerjaan, sekolah, kuliah, atau keluarga.

Fenomena

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline