Ini hari kelima yang kami lalui, bekerja sebagai buruh batik. Sebuah perusahaan batik “rumah tangga” menjadi sekolah kehidupan kami selama seminggu. Kesempatan ini bukanlah iseng-iseng atau sekedar memenuhi tuntutan tugas dari fakultas kami. Saat itu, saya hanya berniat untuk mendengarkan pengalaman butuh batik yang ada di situ dan belajar memaknainya. Aku tersentak ketika seorang buruh yang saya ajak ngobrol mengungkapkan “yang membuat batik itu lebih bekerja keras dibanding yang menjual batik di toko-toko”. Aku enggan berkomentar dan hanya menganggukkan kepala.
Mungkin buruh batik itu sudah mulai jenuh dengan pekerjaannya dan kesal karena bahan makanan pokok sedang mahal-mahalnya tetapi upah mereka tidak naik. Mungkin kerja sebagai penjual batik di toko lebih nyaman dan sejuk karena ruangannya ber-AC. Ruang kerja kami sungguh berkesan karena atap dan dindingnya terbuat dari seng. “Hiihh, panasnya minta ampun, sudah kayak di neraka saja”. Aku tak ingin larut dengan suasana tempat kerja yang tidak mengenakkan ini. Aku mencoba menghibur diri dengan rasa bangga bahwa kain batik ini akan dijahit dan menjadi pakaian yang berguna bagi orang lain.
Pemerintah selalu mengkampanyekan batik sebagai warisan budaya asli Indonesia. Mungkin itulah ekspresi kebanggaan mereka. Namun, apakah pemerintah tahu kehidupan macam apa yang dialami oleh para buruh? Apakah mereka mau menyejahterakan hidup para buruh? Banyak orang telah meraup keuntungan berlipat dari bisnis batik. Sementara, para buruh batik hanya seperti semut-semut yang mengerubung remah-remah gula yang tercecer. Seandainya aku nanti menjadi buruh batik, apakah aku akan protes pada para pengusaha dan pemerintah yang menjajah orang sebangsanya? Yang jelas, batik tetap akan menjadi kebanggaan rakyat di negri Indonesia.
Walaupun banyak kisah perjuangan dan penderitaan yang terekam dalam kehidupan para buruh, aku berterima kasih pada mereka yang masih mau mengenakan baju batik. Pakaianku adalah identitasku. Kerja-kerasku adalah tanggung jawabku. Harapanmu adalah perjuanganku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H