Lihat ke Halaman Asli

Fradj Ledjab

Peziarah

Mengenakan Inisiatif Allah

Diperbarui: 20 Juni 2021   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yesus menyembuhkan orang lumpuh di Kolam Betesda (foto:PaxEtBonum.wordpress.com)

 (Insp. Yoh 5:-16)

Hari Sabat (Ibrani: Shabbat) merupakan hari di mana orang berhenti bekerja (beristirahat) dan menurut hukum Yahudi pada hari Sabat orang dilarang untuk bekerja/melakukan pekerjaan berat. Pada hari Sabat orang hanya boleh berdoa, mengunjungi Sinagoga, mengunjungi keluarga, dan seterusnya. Mujizat yang dilakukan Yesus di kolam Betesda itu tepat pada hari Sabat sehingga tindakan-Nya itu kemudian dikecam oleh orang-orang Yahudi. 

Yesus berani menabrak tradisi kaku yang ada pada zaman-Nya. Bagi Yesus, keselamatan manusia lebih utama ketimbang tradisi atau adat istiadat. Tradisi, adat istiadat, dan/atau hukum diciptakan untuk kebaikan hidup manusia bukan sebagai pembelenggu hidup manusia. Inilah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa “Hari Sabat diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk Hari Sabat”(Mrk 2:27).

Mana yang lebih utama, Hari Sabat? atau Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah? Kita bisa bayangkan 38 tahun lamanya orang lumpuh terbaring di pinggir kolam dan mengharapkan kesembuhan. 

Syarat supaya sembuh adalah, pertama, menceburkan diri ke dalam kolam. Kedua, siapa yang terlebih dahulu cebur ke kolam ketika airnya bergoyang maka dia akan sembuh. Itu berarti siapa cepat dialah yang sembuh. 

Nah, bagaimana mungkin seorang yang lumpuh itu ikut dalam“perlombaan” terjun ke kolam jika untuk bergerak saja sangat sulit baginya?. 38 tahun lamanya juga memberikan keterangan kepada kita akan keberadaan orang lumpuh ini bahwa ia tidak punya apa-apa dan tidak punya siapa-siapa. 

Jika dia punya apa-apa (kedudukan dan sebagainya) tentu juga memiliki siapa-siapa (hamba-hamba) yang siap menolongnya menurunkannya ke kolam. Nyatanya tidak. Yang dimiliki orang lumpuh ini hanyalah mengharapkan belaskasihan dari orang lain yang ada di sekitarnya. 

Nyatanya juga belaskasihan tak kunjung datang di tengah orang-orang yang mengaku taat hukum dan itu juga berarti mengaku paham tentang taurat. 

Selama 38 tahun lamanya tidak ada seorangpun yang mau menolong, menaruh empati kepadanya. Kebebalan dan egoism ternyata telah menutup rapat-rapat pintu hati nurani manusia pada zaman itu.

Melihat dan mengalami situasi ini, Yesus mengambil inisiatif untuk pergi dan berjumpa dengan orang lumpuh itu. Inisiatif yang lahir dari Yesus dilandasi oleh rasa belakasihan, bela rasa. Yesus ingin menegaskan bahwa manusia adalah pusat dan tujuan karya keselamatan-Nya bukan adat istiadat dan hukum Sabat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline