Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Fourzan Arif Hadi P

Profesi saya sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten pada Kemendesa PDT

Ketahanan Pangan: Nadi Desa yang Berdenyut untuk Masa Depan

Diperbarui: 18 Januari 2025   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Menteri Desa PDT sedang bersama TPP, petani, peternak, nelayan, pemuda, dan anak-anak di pematang sawah (Sumber: Penulis)

Di bawah rindang pepohonan desa, ketahanan pangan tak sekadar konsep, melainkan sebuah jiwa. Dalam setiap butir padi yang ditanam, setiap biji jagung yang dirawat, hingga air yang mengairi tanah subur, sebuah pesan penting bergema. Yandri Susanto, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, bak seorang nahkoda yang memimpin kapal, menyerukan arahan agar desa-desa menjadi pondasi kuat dalam menjaga pangan bangsa.

"Kita tak boleh lengah!" pekiknya, seolah udara membawa setiap kata menyusup ke relung-relung ladang yang terhampar luas. Menteri Desa memahami bahwa swasembada pangan bukan sekadar mimpi, tetapi harapan yang harus dikejar bersama.

Dana Desa adalah nyawa bagi desa. Di dalamnya, minimal 20 persen telah dialokasikan khusus untuk ketahanan pangan, sebuah tanda cinta kepada masa depan. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) pun seperti para penari yang memimpin langkah-langkah penuh irama, membawa hasil tani, ternak, tambak, dan tangkapan ikan menjadi kekuatan ekonomi lokal.

Desa adalah sang ibu yang memeluk warganya erat. Di dadanya tersimpan harapan para petani, nelayan, dan peternak yang menggantungkan hidup pada hasil bumi dan laut. Namun, sang ibu ini juga tahu bahwa dia harus kuat agar dapat terus memberikan perlindungan. Karena itu, panduan tentang penggunaan dana desa untuk ketahanan pangan disusun dengan saksama pada lontar Keputusan Menteri Desa PDT No 3 Tahun 2025. Benar-baner bagai peta untuk perjalanan jauh.

Dalam panduan ini, Menteri mengajak semua desa memandang masa depan dengan optimisme. Langkah pertama adalah mengenali potensi lokal. Padi, jagung, ikan nila, atau ayam petelur; semuanya adalah anak-anak emas yang akan menyokong desa. Pemerintah desa, bersama BUM Desa, diminta merangkul semua potensi ini, seperti seorang ayah yang menguatkan keluarga dengan kebijaksanaan.

Kemudian, kerja sama mulai dirajut. Musyawarah desa menjadi jantung yang memompa darah kolaborasi. Di dalam ruang musyawarah, rencana dibahas, anggaran ditetapkan, dan keputusan diambil. Hasilnya adalah strategi yang matang, seperti benih yang siap ditanam di ladang subur.

Namun, jalan menuju ketahanan pangan bukan tanpa rintangan. Alam seringkali bermain-main, kadang memberikan hujan deras, kadang terik yang panjang. Tapi desa tidak sendirian. Pemerintah pusat hingga tenaga pendamping profesional hadir sebagai pendamping, memastikan benih harapan itu tumbuh menjadi pohon keberhasilan.

Swasembada pangan bukan sekadar soal ketersediaan bahan makanan, tetapi tentang harga diri bangsa. Jika desa-desa kuat, Indonesia pun berdiri gagah. Oleh karena itu, pesan Menteri bukan sekadar kata-kata, melainkan suara hati yang meminta setiap tangan di desa bergerak bersama.

Dan ketika malam datang, di bawah langit berbintang, desa-desa itu berbisik, "Kami akan terus berusaha. Demi generasi mendatang, demi Indonesia."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline