Lihat ke Halaman Asli

Lapor, Pak Gita! TOEFL saya 617. So what?

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Kalau Anda bertanya "So what?", maka saya setuju.

"So what?"

Kalau saya bekerja di jajaran Kementerian Perdagangan pastilah ini sangat berarti untuk saya karena Pak Gita Wirjawan akan mensyaratkan skor TOEFL minimal 600 untuk jajarannya. Tapi sebenarnya saya malah bertanya-tanya, apakah artinya skor TOEFL 600 bagi para PNS di jajaran kementerian?

Ijinkan saya bercerita tentang pengalaman saya dalam berbahasa Inggris. Saya, seperti kebanyakan pelajar Indonesia di jaman saya bersekolah, tidak mengenal bahasa Inggris secara formal sampai saya duduk di bangku SMP kelas 1 dengan kalimat 'this is an apple'. Dalam pelajaran bahasa Indonesia barangkali padanan kalimatnya adalah 'ini Budi'.

Karena ayah saya yang seorang PNS tidak mempunyai uang lebih untuk mengkursuskan saya, pelajaran bahasa Inggris yang saya peroleh pun sangat terbatas dari apa yang saya dapatkan di bangku sekolah, dari beberapa buku cerita serta banyak computer games. Walhasil, di TOEFL-like test yang saya ambil di awal kuliah, saya hanya memperoleh skor sekitar 300-an.

Di tempat saya berkuliah pun tidak ada mata kuliah bahasa Inggris yang benar-benar memadai (dan tetap tidak ada uang lebih untuk kursus). Saya hanya memaksakan diri membaca buku teks dan artikel ilmiah berbahasa Inggris.

Tidak lama setelah saya lulus S1, kira-kira 4 tahun dari TOEFL saya yang pertama, saya mengambil TOEFL lagi hanya dengan didahului persiapan (review dan latihan soal) seadanya. Skor saya? 550. Luar biasa! Pendek cerita, 2 tahun berselang saya kembali mengambil TOEFL dan memperoleh skor 617! Dengan berbekal kemampuan berbahasa Inggris saya ini saya memulai studi di Amerika Serikat. Apa yang terjadi?

Di Amerika, saya mengalami kesulitan luar biasa dalam berkomunikasi. Jangankan untuk bergosip, untuk meminta agar belanjaan saya tidak dibungkus saja saya kebingungan setengah mati. Demikian pula di dalam kelas, saya lebih banyak diam karena tidak tahu mesti berkata (atau, bertanya) apa. Esai saya pun pendek-pendek dan tidak 'mengalir'. Untungnya, karena saya jarang bertanya teman-teman saya menganggap saya pintar. Hehe.

Pernah suatu waktu saya ngobrol-ngobrol santai dengan teman saya yang asli orang Amerika. Saya tidak ingat topik pembicaraan kami apa, yang saya ingat, pembicaraan kami terpotong ketika dia bilang:

"I'm sorry, Panji. What did you say?"

Saya ulangi lagi yang saya ucapkan sebelumnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline