Lihat ke Halaman Asli

Surat Terbuka Untuk 'Suster Ngesot'

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang saya hormati adik Mega dan keluarga,

Membaca berita kejadian di Apartemen Galeri Ciumbuleuit yang menyangkut aksi Mega dan teman-teman Mega, saya jadi geli sendiri. Saya jadi teringat waktu saya masih seusia Mega dulu, saya dan teman-teman pun suka berbuat jahil kepada teman yang lain. 'Heuheureuyan' seperti itu memang selalu menjadi hiburan tersendiri ya, walaupun sebenarnya selalu ada yang disakiti.

Membaca di berita tentang apa yang terjadi dengan Mega, saya jadi bersyukur. Bersyukur kalau saya dan teman-teman dulu tidak pernah kelewat batas. Kalaupun kelewat batas, setidaknya tidak pernah di antara kami ada yang celaka. Yah, saya sih sebenarnya maklum, namanya juga anak muda. Selalu ingin lebih, selalu ingin 'wah'. Bukan bermaksud kelewat batas, tapi darah muda sering kali memang tidak mengenal batas.

Tapi kalau sampai begini kejadiannya, bagaimana?

Bukan cuma Mega menjadi tahu terbuat dari apa ujung sepatu seorang Satpam, Mega juga harus mengetahuinya 'in a hard way'. Lebam di pipi, kehilangan satu gigi dan, kalau saya jadi Mega sih, malunya...

Bedanya, kalau saya jadi Mega, saya akan anggap ini pelajaran berharga. Gedung apartemen itu bukan milik Mega sendiri. Ada banyak orang lain yang tinggal di dalamnya, termasuk yang menggunakan elevator tempat Mega beraksi. Bersyukurlah orang lain di dalam elevator itu adalah seorang Satpam dan cleaning service, bukan seorang kakek renta yang lemah jantungnya.

Kalau saja Mega dan teman-teman memikirkan ini sebelum beraksi ngesot, tentu Mega sudah melapor dan minta ijin kepada pihak manajemen. Melapor, supaya 'surprise'nya bisa berjalan lancar dan kepentingan umum tidak terganggu. Beda lagi kalau Mega mau beraksi di dalam unit apartemen sendiri, itu pun jangan sampai bersuara gaduh.

Kalau juga saya menjadi orang tua Mega, saya akan menjadi orang pertama yang meminta maaf kepada publik atas kelakuan Mega. Saya pikir, salah saya juga Mega bertindak 'sewenang-wenang' di tempat umum. Yah, bagaimana ya, mendidik anak supaya menjadi insan yang bertanggung jawab kan tanggung jawab orang tua juga.

Kalau saya menjadi orang tua Mega, Mega pasti saya hukum. Membuat malu saja. Saya tahu Mega bersyukur tidak menjadi anak saya.

Lalu, kalau saya jadi Mega, saya akan minta orang tua saya untuk tidak memperpanjang masalah ini. Yang patut dihukum adalah saya. Bukan salah Pak Satpam menendang saya. Lagi pula, Pak Satpam memang tidak bermaksud menendang saya tapi menendang suster ngesot! Gigi yang patah bisa diganti, kalau perlu dengan gigi emas atau gigi berlapis batu bara. Sudahlah lah Pak, bukankah kita juga ingin punya seorang satpam yang sigap dan lugas di perusahaan kita. Satpam yang bukan hanya berani menangkap orang tapi juga berani menangkap hantu!

Sudahlah, berdamai saja.

Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline