Lihat ke Halaman Asli

Inflasi Dibawah Ekspektasi, Buka Peluang RBA Potong Suku Bunga

Diperbarui: 25 Januari 2017   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, 25/01/2017 – Tingkat inflasi Australia pada tahun 2016 di bawah ekspektasi, memicu kekhawatiran pelemahan ekonomi akan terus berlangsung dan menjaga pintu terbuka untuk langkah penurunan suku bunga oleh Reserve Bank of Australia (RBA).

Tingkat inflasi Australia adalah 1,5 persen selama 2016, demikian yang diungkap Biro Statistik Australia pagi tadi, dengan indeks harga konsumen naik 0,5 persen pada Desember, di bawah ekspektasi.

Angka inflasi inti yang dipantau cermat berada di 1,6 persen untuk tahun ini, dan 0,4 persen untuk kuartal yang berakhir pada Desember.

Ini adalah angka inflasi yang lebih tinggi dari kuartal yang berakhir pada September, ketika inflasi tahunan tercatat sebesar 1,3 persen. Tapi sebelumnya ekonom memperkirakan rilis kuartal keempat menunjukkan angka inflasi 0,7 persen, dan inflasi tahunan menjadi 1,6 persen.

Dolar Australia bergerak di sekitar US 76 cent di pagi hari, tapi kemudian jatuh lagi pasca rilis angka inflasi yang lebih rendah dari yang diperkirakan ke US 75.60 cent.

Harga yang selama tahun lalu jatuh paling tajam dalah harga pakaian dan alas kaki, transportasi, dan rekreasi dan yang masuk kategori budaya. Sedangkan biaya perawatan kesehatan turun tajam selama kuartal yang berakhir di Desember.

Yang menambah tekanan inflasi pada kuartal tersebut adalah kenaikan harga tembakau (7,4 persen di belakang peningkatan cukai), bensin (naik 6,7 persen) dan makanan restoran (yang naik 1,1 persen). 

Juga yang meningkat kuat dalam kuartal Desember itu adalah harga sayuran, naik 2,5 persen selama kuartal dan 12,5 persen sepanjang tahun karena kondisi cuaca yang buruk di daerah yang terus berdampak pada pasokan sayuran seperti kentang, capsicums, brokoli dan kol kembang.

Inflasi telah berada di bawah sasaran 2-3 persen yang ditetapkan RBA sejak akhir 2014. Periode waktu yang berkelanjutan di bawah target inflasi tersebut menjadi periode terpanjang sejak akhir 1990-an, menimbulkan risiko berkelanjutan untuk ekonomi, termasuk membuat Australia rentan terhadap setiap guncangan eksternal yang dapat mencelupkan ekonomi ke deflasi.

Hasilnya membuat prospek pemotongan suku bunga RBA semakin nyata, demikian pendapat kepala ekonom AMP Capital Investors Shane Oliver.

"Angka-angka ini menyoroti risiko penurunan inflasi di Australia dan risiko yang akan memakan waktu lebih lama untuk kembali ke target 2-3 persen untuk inflasi," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline