Lihat ke Halaman Asli

Fiola Anglina Wijono

Mahasiswa aktif di Universitas Pelita Harapan batch 2017

Cerpen Cahaya Pemikat

Diperbarui: 9 April 2020   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah alih wahana dari komik berjudul Chocolate Magic karya Mizuho Rino dengan sub judul Palmier: Cahaya Pemikat

Ketika itu bulan dan pepohonan menjadi saksi realita terbesar yang pernah terjadi dalam hidupku. Dedaunan di pohon sampai menjatuhkan dirinya, keringat berteriak dari balik rongga-rongga kulitku. Bagai harmoni yang beriringan dengan suara tanah yang terus menerus dicongkel dari singgahsananya, aku mengubur tubuh dingin yang kehilangan tuannya. Mata yang masih memancarkan bulatan putih seolah tak mengharapkan jiwanya terbang bersama semesta yang tak juga mengharapkan kedatangannya. Sosok yang sangat akrab denganku dan begitu kukasihi. Dialah sahabatku.

"Kenapa jadi begini..." bisiku dalam batin. Tak henti-hentinya keringat mengucur membawa pergi ketenangan dan ketetapan hatiku yang beberapa saat lalu sempat bersinggah dalam diriku.

Dua pekan sebelumnya.

Dengan lolongan suara yang menggugah gairah kecintaan para gadis-gadis belia, sekumpulan lelaki itu berteriak:

"Para penonton!! Mana semangatnya?!"

"Waaa! Kyaa! Kyaa!" begitulah sahutan para gadis yang berada di bawah panggung konser yang diselenggarakan oleh boyband Ren-Z dalam ajang konser live 2016 itu. Boyband yang berisi tiga penyanyi sekaligus penari tampan yang tak bercela setitik pun dalam hidup mereka. Bahkan kelemahan itu sendiri tak sanggup mempertahankan eksistensi dirinya saat berada dalam diri mereka. Standar acuan yang digunakan oleh setiap gadis saat menjala pendamping hidup. Sungguh ciptaan yang mahasempurna!

Masih dalam gerombolan itu, aku dan sahabatku, Yuma, ikut mendonasikan lolongan penuh cinta dan gairah yang tak berkesudahan pada mereka. "Kyaaa!!" "Kaji!!" Saking bahagianya karena dapat melihat mereka sedekat itu, badan kami seolah ingin menerbangkan dirinya ke hadapan tiga makhluk sempurna itu. Bahkan mata kami berulang kali tak sanggup menahan untuk menatap keindahan yang mereka miliki.

"Yuma, tadi Kaji melihat ke arahku, lho!" kataku dengan kebanggaan dan kekaguman yang tak dapat lagi kusembunyikan.

"Dia melihat ke arahku, Kino-chan." Balasnya dengan tatapan tak memberi celah bagiku untuk berbahagia walau sedetik. "Tidak! Ke arahku! Gyaa!"

Walaupun begitu, kami tetaplah menikmati konser itu dengan segenap jiwa dan raga kami yang utuh. Perdebatan semacam itu bukanlah kali pertama kami gancarkan saat bersua dengan Kaji, sosok idaman dari antara tiga makhluk sempurna itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline