Konon katanya, kemerdekaan mendapat perhatian dalam HAM dan hukum mana pun. Ah, sepertinya agak klise sebab Dead Poets Society melihat konsep ini dengan cara yang menarik. Jaminan kemerdekaan itu ada pada diri masing-masing individu. Bentuk paling sederhananya ada pada kata maupun gagasan.
Untuk memahami kemerdekaan itu, saya akan mengurainya dalam analisis teks maupun interteks film dengan bintang utama Robin Williams ini.
Analisis Interteks
Saya akan mulai dengan mengajak Anda memahami kuatnya kata-kata. Mari lihat kaitan 'panasnya' bumi pertiwi beberapa hari terakhir dengan film yang rilis 31 tahun lalu ini.
"Words and ideas can change the world."
Kutipan di atas menjadi ungkapan John Keating, seorang guru di Akademi Welton usai meminta para murid merobek "cara berpikir" J. Evans Pritchard. Baginya, kata-kata, bahasa, dan gagasan bukanlah konsep abstrak yang tak berarti. Susunan kata yang menjadi teks dapat menciptakan beragam makna. Pembentukan makna disiapkan oleh pembuat pesan, namun tiap individu penerimanya dapat mengartikannya secara beragam.
Pada demo 6-8 Oktober lalu, Anda tahu pemicu turunnya rakyat ke jalan--di lebih dari 10 daerah --bukan karena korupsi, terorisme, atau kejahatan genosida. Apinya ada pada aturan yang tersusun dari rangkaian kata-kata dan gagasan, bernama Omnibus Law.
Analisis Teks
Puisi dan Manusia
Bagi Keating, selain dapat "mengubah dunia," kata-kata dan gagasan perlu "dirasakan," contohnya puisi.
"Terdengar manis" bukan menjadi alasan kita mengenal puisi, namun karena kita adalah umat manusia. Manusia yang identik dengan gairah dan punya keinginannya sendiri. Salah satu kutipan terfavorit saya dalam film ini adalah,