Lihat ke Halaman Asli

Flutterdust

Muhammad Fa'iq Rusydi - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sejarah Lamongan untuk Refleksi Hari Sejarah Nasional

Diperbarui: 16 Desember 2023   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekskavasi tahap I hari keempat di Situs Jetis, Kota Lamongan pada Senin (26/06/2023) oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI. Sumber: Dok. Penulis.

Sejarah Lamongan baik bagi khalayak pada umumnya maupun akademisi pada khususnya, dapat diambil refleksi untuk memperingati Hari Sejarah Nasional mulai dari sekarang. "Mooosok seeeeee?" 

Hal ini sebenarnya pernah disinggung oleh Sarkawi B. Hussain dkk dalam Sejarah Lamongan dari Masa ke Masa, bahwa di narasi sejarah Indonesia pada umumnya dan Jawa Timur pada khususnya, seringkali sejarah Lamongan terbatas pada periode penyebaran agama Islam. "Sayang banget ga?" Padahal wilayah Lamongan dengan luas 1.812,8 km2 punya catatan dan peninggalan sejarah yang lebih panjang. "Mengkorok banget ga?"

Tim Penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Lamongan dalam PPKD 2018 bahkan pernah menyebutkan, bahwa beberapa kerajaan besar yang pernah menguasai wilayah Lamongan, sangat mempengaruhi kebudayaan masyarakat Lamongan. 

Adapun Hari Sejarah Nasional yang diperingati tiap tanggal 14 Desember, mengutip beberapa sumber termasuk Kuntowijoyo dalam Metodologi Sejarah, bermula dari Seminar Sejarah Nasional pertama pada 14-18 Desember 1957 di Yogyakarta atas inisiasi beberapa pihak dari Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia. 

Kala itu, sudut pandang hingga peran sentral masyarakat Indonesia dalam tulisan sejarah belum terungkap secara utuh dan berkutat pada corak kolonial. Dari sini lah dimulai “Nasionalisasi” atau “Pribumisasi” penulisan sejarah Indonesia.

Nah, usaha penulisan sejarah Lamongan yang sudah ter-terr-nasionalisasi, pernah dilakukan oleh beberapa pihak, misal oleh Tim Peneliti dan Penyusun Buku Lamongan Memayu Raharja Ning Praja, kemudian secara tidak langsung diperbaiki dan dilanjutkan oleh Sarkawi B. Hussain dkk. Patut disyukuri memang usaha tersebut tidak terbilang sia-sia. 

Meski demikian, tidak semestinya kita berhenti untuk terus memperbaiki dan mengembangkan usaha itu, mengingat tantangan ke depan yang semakin kompleks serta haduhaduhaduh

Periode Prasejarah di Lamongan dalam usaha penulisan itu juga misalnya masih memiliki banyak bagian yang kosong-melompong, demikian periode Kerajaan Hindu-Buddha di Lamongan, hingga peralihan ke Kerajaan Islam yang justru malah terjebak pada mitos dan kisah, dst… dst… Jadi, ngerti kan apa yang harus dikonok dan dinganu?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline