Hari demi hari publik selalu mendapatkan kabar berita yang sangat menyedihkan datang dari instansi Pemerintahan. Tidak lain dan tidak bukan berita terbaru datang dari instansi Pemerintah yakni Mahkamah Agung. Mahkamah Agung (MK) mengabulkan permohonan dari Partai Buruh dan Partai Gelora tentang batas persyaratan pencalonan Kepala Daerah yang tertuang dalam Putusan 60/PUU-XXII/2024.
Dengan itu MK membuka peluang bagi semua Partai Politik untuk mencalonkan kepada daerah yang hendak diusung, baik menjadi calon Gubernur, Bupati dan Walikota. Ketua MK Suhartoyo menyatakan Pasal 40 ayat 1 dan 3. Secara aturan yaang berlaku bahwa setiap putusan dari MK bersifat final dan bunding, maksudnya tidak ada cawe-cawe dan tidak dapat diganggu gugat.
Contohnya saja pada sengketa dugaan kecurangan PILPRES beberapa bulan lalu dimana Tim Anies dan Tim Ganjar melakukan protes melalui laporan berupa gugatan ke MK bahwa terindikasi adanya kecurangan dalam Pemilu. Tetapi MK memutuskan bahwa tidak ditemukan adanya kecurangan dan tidak adanya bukti yang kuat untuk meyakinkan MK. Ketika putusan tersebut dikeluarkan otomatis Tim Anies dan Ganjar tidak bisa apa-apa dan mereka menghormati keputusan tersebut dengan lapang dada.
Akan tetapi pada putusan MK saat ini tentang adanya peluang semua Parpol untuk berpartisipasi pada PILKADA kini dianulir oleh Badan Legislasi DPR. Revisi UU Pilkada tersebut yang di kebut sehari itu berisi poin-poin yang menganulir Putusan dari MK terkait syarat ambang batas dan pastinya batas usia di Pilkada mendatang.
Wakil Ketua BALEG DPR Achmad Baidowi dan Awiek mengatakan "kita minta persetujuan dulu, apakah hasil pembahasan RUU tentang perubahan keempat atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?
Ujarnya kepada peserta sidang BALEG DPR dan peserta rapat sidang mengatakan Setuju diiringi ketukan palu. Terdapat 8 fraksi parpol yang menyetujui putusan tersebut dan hanya Partai PDI yang menolak. Menurut salah satu kader PDI-P adanya Revisi UU ini atas permintaan dari Istana, dan Masinton mengatakan" sudahlah ini kan memang maunya istana ini" usai rapat pleno di kompleks parlemen senayan.
Melihat instansi pemerintahan yang seharusnya berdiri pada posisinya dan bersifat mandiri, kini semua instansi mampu dikendalikan dan ditekan oleh elit penguasa yakni Presiden. Demokrasi semakin tergerus dan konstitusi dapat di mainkan sesuka hati penguasa. Beberapa kali percobaan yang dilakukan dapat dilihat semenjak putusan MK pada batas usia Cawapres pada beberapa bulan lalu yang meloloskan Gibran sebagai Cawapres yang dibantu oleh Pamannya selaku Ketua MK yakni Anwar Usman.
Peristiwa tersebut juga sempat menimbulkan kontroversi di kancah publik. Dan pada saat ini terjadi lagi hal serupa yang dimana elit pemerintah mencoba untuk meloloskan anaknya Gibran menjadi cawagub melalui cara menyetir semua pihak.
Beberapa ahli dan pakar hukum di Indonesia menyatakan bahwa setiap putusan dari MK bersifat final dan mutlak serta tidak dapat diganggu gugat siapapun. Menurut Yance Arizona selaku Pakar Hukum Tata Negara UGM "Langkah yang dilakukan Baleg adalah pembangkangan terhadap Konstitusi karena putusan MK merupakan penjelmaan dari prinsip-prinsip konstitusi" ujar Yance pada Rabu, 21-8-2024. Statement juga datang dari Peneliti dan Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Zaenur Rohman mengatakan "Putusan MK bersifat final dan mengikat, tidak boleh satupun orang atau lembaga atau kelompok yang boleh diizinkan melawan putusan MK" Kata Zaenur kepada Suara.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H