Sejak dilantiknya Nadiem Anwar Makarim pada April 2021 lalu, cukup banyak kebijakan-kebijakan hangat yang selalu ia sampaikan mulai dari keluarnya statement dan perubahan-perubahan akan aturan yang ada yang pada dasarnya tidak menjadi suatu hal yang mesti dirubah. Nadiem identik dengan menteri yang membawa kurikulum baru yakni Kurikulum Merdeka dan inovasi Profil Pelajar Pancasila (P5). Pada awalnya perubahan kurikulum dari kurikulum 2013 menjadi kurikulum merdeka dirasa menjadi sebuah transformasi bagi pendidikan Indonesia yang akan lebih baik kedepannya. Jika dilihat dari beberapa perspektif dan pandangan, kurikulum merdeka dinilai cukup berhasil dalam penerapannya dilingkup SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. Akan tetapi anggaran yang di keluarkan pemerintah untuk kemendikbudridtek tidak main-main, bayangkan saja anggaran untuk merdeka belajar di tahun 2023 saja menelan anggaran sebesar 4, 57 triliun rupiah.
Selain itu, selama 2 dekade terakhir tidak pernah ada dipermasalahkan mengenai seragam sekolah, tetapi semenjak jabatan Nadiem seragam untuk anak sekolah akan diganti dengan variasi yang belum pernah digunakan sebelumnya. Pada organisasi Pramuka juga sempat membuat heboh masyarakat banyak karena membuat ekstrakurikuler pramuka tidak lagi digolongkan pada organisasi dalam sekolah melainkan luar sekolah.
Hingga pada sampai di bulan Mei 2024, bulan yang penuh kontroversial di ranah pendidikan Indonesia. Dimana Nadiem lagi dan lagi mengeluarkan statement bahwa orang-orang yang mendapat UKT lebih tinggi hanyalah mahasiswa baru di tahun 2024. Sementara realita dilapangan tidak. Sebenarnya mendikbud mengeluarkan statement didasari pada tingginya UKT disebagian kampus yang sudah PTN-BH. Maksudnya ialah setiap perguruan tinggi negeri berbadan hukum mengeluarkan aturan baru yaitu penaikan UKT pada mahasiswa. Sehingga menimbulkan kontroversi di publik. PTN-BH sendiri diberikan Kemendikbudridtek otonom yaitu PTN BH dapat membuat aturan sendiri tanpa harus memberikan sepenuhnya keputusan akhir ke pusat yakni Kemendikbudridtek.
Seperti kita tahu dilapangan masyarakat Indonesia masih tergolong dalam kategori negara berkembang. Otomatis jumlah penghasilan setiap orang tua mahasiswa berbeda-beda, sehingga dirasa keputusan tersebut masyarakat tidak diuntungkan dan malah mengancam masa depan anak-anak. Padahal segala peraturan yang di sahkan harus mengedepankan kepentingan masyarakat umum dan kesejahteraan rakyak. Akibat statement tersebut banyak kampus seperti Universitas Riau, Universitas Sumatera Utara dan masih banyak lagi yang melakukan unjuk rasa sebagai bentuk ke prihatinan mereka akan masa depan emas bangsa.
Hingga saat ini cita-cita bangsa Indonesia yang tertulis pada Pembukaan UUD 1945 hanya ilusi belaka saja. Belum ada yang bisa menjamin kesejahteraan ditiap-tiap masyarakat dan kebebasan dalam menempuh pendidikan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H