Lihat ke Halaman Asli

Transformasi Sektor Industri Manufaktur Indonesia di Tengah Pandemi

Diperbarui: 12 Desember 2024   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sektor industri manufaktur di Indonesia kembali menunjukkan perannya sebagai penggerak utama ekonomi nasional, bahkan di tengah tekanan pandemi Covid-19. Pada triwulan II tahun 2021, sektor ini berhasil tumbuh sebesar 6,91%, berkontribusi 1,35% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 7,07%. Hal ini mencerminkan ketangguhan sektor manufaktur, tetapi sejauh mana keberhasilan ini dapat dianggap sebagai indikator transformasi yang mendalam? Apakah pertumbuhan tersebut mencerminkan perbaikan struktural, atau hanya respons sementara terhadap kebijakan pemerintah?

Selama pandemi, subsektor industri tertentu mencatat pertumbuhan yang impresif, seperti industri alat angkutan yang tumbuh 45,70%, logam dasar 18,03%, serta kimia, farmasi, dan obat tradisional sebesar 9,15%. Namun, penting untuk mempertanyakan apakah pertumbuhan ini inklusif dan berkelanjutan. Apakah industri-industri ini hanya mendominasi pasar dalam negeri, atau juga mampu bersaing secara signifikan di pasar internasional? Dalam pandangan saya, tanpa diversifikasi dan penguatan rantai pasok lokal, pertumbuhan ini hanya akan bersifat sementara.

Selain itu, kontribusi sektor ini dalam perdagangan internasional sangat signifikan, dengan nilai ekspor mencapai USD 81,06 miliar pada semester I 2021, atau 78,80% dari total ekspor nasional. Sektor makanan dan minuman, logam dasar, serta kimia menjadi andalan. Namun, apakah daya saing produk Indonesia benar-benar meningkat, atau kita hanya memanfaatkan momentum kebutuhan global selama pandemi? Menurut saya, strategi jangka panjang yang fokus pada inovasi dan peningkatan kualitas produk masih sangat diperlukan.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengimplementasikan berbagai kebijakan strategis, seperti pemberian Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) dan kebijakan harga gas industri sebesar USD 6/MMBtu. Meski kebijakan ini berhasil meningkatkan utilisasi dan daya saing sektor manufaktur, pertanyaannya adalah, apakah kebijakan ini cukup untuk menciptakan perubahan mendasar? Saya berpendapat bahwa kebijakan ini perlu diiringi dengan langkah-langkah untuk meningkatkan adopsi teknologi dan mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor.

Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) juga menunjukkan potensi besar. Dengan 13.456 produk bersertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 25%, program ini dapat mendorong kemandirian ekonomi. Namun, saya merasa bahwa insentif tambahan diperlukan untuk mendorong lebih banyak perusahaan lokal masuk ke dalam program ini, terutama usaha kecil dan menengah.

Di balik pencapaian tersebut, sektor manufaktur menghadapi sejumlah tantangan serius. Gangguan rantai pasok bahan baku dan pengalihan oksigen untuk kebutuhan medis adalah dua contoh nyata. PMI manufaktur yang terkontraksi ke angka 40,1 pada Juli 2021 juga menunjukkan kerentanan sektor ini terhadap kebijakan darurat seperti PPKM. Dalam pandangan saya, pandemi seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat daya tahan industri, bukan hanya menghadapi tantangan sesaat.

Pandemi juga memaksa sektor industri untuk mempercepat transformasi digital. Era Industri 4.0 memberikan peluang besar bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing melalui teknologi. Namun, apakah seluruh sektor manufaktur mampu mengikuti tren ini? Saya merasa bahwa ada kesenjangan besar antara perusahaan besar dan kecil dalam hal adopsi teknologi. Pemerintah perlu memperkuat dukungan bagi pelaku usaha kecil untuk mengakses teknologi dan pelatihan yang relevan.

Dengan fokus pada inovasi dan diversifikasi, sektor manufaktur memang memiliki potensi besar untuk menjadi pilar utama dalam upaya Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle-income trap). Data dari Badan Pusat Statistik yang menunjukkan tren pertumbuhan PDB manufaktur memberi harapan, tetapi optimisme ini harus diimbangi dengan tindakan konkret untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Penulis: 

Folorida Simatupang -- Prodi Akuntansi, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Referensi 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline