Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Modal Paku dan Papan

Diperbarui: 5 Oktober 2020   03:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

buku ruang perpustakaan pribadi (sumber dok.pribadi)

Cuma sekedar cerita, sekian tahun yang lalu....

Sahabat Kompasiana, saya mau menulis  di sini, di Kompasiana ini, tentang renovasi rumah sebenarnya agak malu. Mengapa?

Pertama, coba anda bayangkan. Saya ini hanya petani.  Rumah saya itu dulunya hanya berdinding triplek. Tiap kamar juga hanya disekat dengan triplek. ...plek!  Maka untuk renovasi rumah saya membutuhkan penganggaran yang luar biasa, butuh penjlimetan dalam urusan biaya. Menuliskan renovasi rumah yang pemiliknya hanya "berpredikat" petani, itu sama saja "ngoyoworo". Bahasa @mbah Ukik (https://www.kompasiana.com/aremangadas) ngoyoworo, artinya omong kosong.

Kedua, membahas renovasi rumah, sama saja membahas ketidakpunyaan saya akan kepemilikan rumah yang bagus, baik dan layak. Kalau sudah bagus, sudah baik dan layak huni, ngapain harus direnovasi? Kan gitu!

Tapi....ini yang ketiga, semoga dengan pengalamana renovasi rumah yang saya tulis ini; siapa tau juga menjadi kaca refleksi bagi anda yang membacanya. Andai tulisan ini ada manfaatnya  ya, syukur alhamdulillah. Andai nggak berguna ya...nggak apa-apa. Namanya saja cuma berbagi, sharing... beyond blogging, dan kalau bisa citizen news and opinion channel.  Iya toh... 

Observasi harga bahan bangunan

Sahabat Kompasiana, hampir tiga bulan lebih saat itu, saya observasi harga bahan bangunan. Observasi, nanya sana-nanya sini dimana ada bahan bangunan yang paling murah. Biasanya ketika observasi tersebut, saya melakukan pencatatan secara detail. Ada buku kecil dan ballpoint terselip di saku.
Misalnya papan ukuran 2 cm x 17cm x 5m di toko A harganya per keping 75 ribu, di toko B 73 ribu dan di toko C 72 ribu. Otomatis saya akan mengadakan pendekatan lebih rinci dengan toko C yang berani menjual 72 ribu per keping.
Contoh lain, di toko A, semen PG  (per 50 kg kala itu) harganya 57 ribu, toko bangunan B 60 ribu, toko C 63 ribu per 50 kg. Anda bisa menebak, saya akan memilih ambil/beli semen di toko A.

Ambil/beli banyak, bayar enam hari sekali

Sudah saya sebutkan, bahwa saya hanya petani. Cari makan sehari cukup untuk makan sekali.  Di toko-toko tempat saya membeli/mengambil bahan bangunan, saya membuat perjanjian dengan yang empunya toko. Perjanjian itu,  bahwa saya akan membayar material bangunan yang saya ambil setiap enam hari sekali (saat itu). Saya juga menyertakan alamat rumah, nomor telpon. Dan saya membawa serta kepala tukang yang akan mengambil material bangunan yang saya butuhkan. Saya perkenalkan kepala tukang itu kepada pemilik toko. Bila saya akan mengambil material, biasanya saya menyertakan nota dan diberikan pada pemilik toko. Nota itu memiliki nomor seri yang sama dengan warna kertas berbeda. Dari semua sarana renovasi yang saya lakukan, material terbanyak adalah paku dan papan. Semen 27 sag, paku 2 inc 8 kg, paku 3 inc 5 kg. Papan  2 cm x 17cm x 5m (tahap I 57 keping, tahap II 39 keping, tahap III 32 keping), beberapa keping kalsibut (2 x 1 m)  untuk plafon. Kayu ukuran 4cm x 7cm x 4m, 32 batang. 

Tukang yang bekerja pada saat itu ada empat orang, termasuk kepala tukangnya. Sistem penggajiannya enam hari sekali, bersamaan dengan saya harus membayar hutang ke toko bangunan, tempat saya mengambil material bangunan. Disinilah kepala saya kadang cenat-cenut.

Modal kepercayaan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline