Saya sangat prihatin; dikala UNESCO - Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa - memberi penghargaan atas lanskap Subak di Bali (KOMPAS, 24 September 2012, hal.12), eh....tak ada angin, tak ada hujan; bangsa ini di tempat lain (Mojokerto) telah mempermalukan dunia pendidikannya sendiri.
Jujur, saya merasa bosan menuliskan hal ini, tentang Miyabi. Apalagi membahas hal yang berhubungan dengan naluri - alur pikir pedagogis. Miyabi, setahu saya, pernah disinggung sekian waktu lalu "di mimbar" kompasiana ini. Saya juga bosan mengulas Miyabi, ...apalagi diulas di negeri yang "nota bene" masyarakatnya agamis fanatik [kalau nggak MUNAFIK], kira-kira begitu!
Soal foto Miyabi yang tercetak di buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Pertanyaan dalam hati saya, kenapa harus tercetak. Apakah tidak ada orang yang mengawasi gambar-per-gambar, sebelum masuk cetakan? Tak adakah segelintir manusia yang mengawasi tulisan dalam cetak-mencetak buku pendidikan (apalagi LKS?). Bahasa kasarnya; tidak adakah orang yang bisa dan mampu mengawasi edit-mengedit sebuah buku LKS? Mana orang-orang yang merasa dirinya hebat itu?
Siapa yang goblok nan bodoh?
Siapa yang bodoh, si penulis bukukah? Pastilah penulis tak mau disalahkan. Karena penulis tugasnya menulis, apalagi tulisan pesanan!! Apakah mereka yang mencetak buku, hm...pencetak juga tak mau disalahkan, karena pastilah mereka mendapat untung dari hasil cetakannya. Apakah ia yang meloloskan [ingat me-LOLOS-kan, bukan me-LULUS-kan] buku LKS tersebut, atau mereka yang memberi ijin buku tersebut layak edar? Saya tidak tahu, saya cuma jelata, belang-bontengnya dunia pendidikan ini rasanya kian hari kian centang perentang saja!
Mata guru - penilik - pengawas - mestinya "terang" benderang dalam melihat tulisan. Mestinya mata mereka juga terang melihat langkah - laku - di sekitarnya, termasuk melihat sarana ajar. Para petinggi pendidikan itu mestinya juga "terang" dalam menganalisa sarana pendidikan yang ada. Jika mata guru - penilik - pengawas sekolah - apalagi instansi terkait - hanya terang ketika melihat angka rupiah, ya ... pantas saja pendidikan di negeri ini makin hari, semakin memrihatinkan!
Tak disangkal, uang bisa "menutup" bibir Miyabi yang seksi. Tak disangkal uang bisa "menutup" payudara Miyabi, uang juga bisa "menutup" aurat Miyabi, tapi mental MUNAFIK dan BERPURA-PURA, siapa yang bisa menutupinya? Satu yang pasti, uang tak pernah berpura-pura. Apakah mendidik sama dengan pura-pura (pura-pura tak tahu duduk persoalan?)
Langkah yang perlu mengatasi beredarnya gambar Miyabi di buku LKS ialah:
- Tarik semua buku tersebut, sekalipun telah beredar.
- Perketat dalam pengawasan percetakan buku LKS.
- Beri "garis hitam" bagi penulis yang "ngawur" dalam menuliskan bukunya; apalagi penulis yang hanya bisa menjiplak tulisan orang lain.
- Penulis itu mestinya memiliki niat baik untuk mendidik generasi muda bangsa ini, bukan MENGHANCURKANNYA.
- Terakhir, penulis buku-buku pendidikan, termasuk buku LKS, mestinya penulis yang berkompenten di dunia pendidikan.
Para pendidik yang merasa terdidik, pastilah tahu memilah, membedakan; mana yang pantas dan tak pantas, mana layak tan layak "disajikan" secara visual - aktual, bagi para subyek didiknya (bdk. Hamzah B. Uno, 2009)! Apa mau para pendidik hanya sekedar coba-coba "menyajikan" menu "sehat di mata", namun merusak nilai pedagogis bagi subyek didiknya? Jika hal itu yang terjadi (mendidik hanya sekedar coba - coba), maka akan sama NILAINYA antara mendidik dan mengajari pura-pura, dan itulah KEMUNAFIKAN!!!
-----------------------------------------------------------------------