Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Tanah Hulubalang

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Alam bersabda lantang,
jika kau dirikan rumah di tanah berpasir,
bangunanmu akan goyang,
ketika angin kencang mulai mendesir.

Namun kau tak hirau!
Seolah maumu lebih kuat dari urat malumu,
tangan yang merajah dan menjarah,
membelah bumi  seakan terus  bertuah!

Lihatlah karya paksa ulahmu,
maksud hati memeluk gunung,
apa daya gunung limbung...
longsor bertimbun - timbun.

Tanah timbun yang kau susun,
bak air mencium gayung,
berkecipak - cipok , tumpah meruah....
lari ke arah rendah!

O...tanah hulubalang,
andaikan ia bisa memekik,
"Bebaskan aku!"
Tak kubiarkan mulut meluncurkan isi perut.

Demi serupiah mengganjal kursi mewah,
hai tengik - penyeruak - alam yang indah,
bukalah ikat kemaluanmu,
tunjukkan hidungmu peragu penuh nafsu!

Alam yang berberkah,
dibedah serakah, demi rupiah.
Untunglah kau punya cara,
tampil diri tanpa merana seolah tanpa jasa.

Longsor mengikis pondasi meringis,
tampakkan isi perut bumi,
kau rapuh dihujam besi korupsi,
kini kau tak bisa lari...satu yang nyata, mati.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline