Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Guru Berdedikasi: Johan Wahyudi Menjawab Surat Tarmini

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sragen,  Selasa, 18 Oktober 2011

Yth. Sdri. Tarmini
Di kampus

Salam,

Saudari Tarmini, terimakasih untuk surat yangtelah Anda kirimkan pada saya. Terimakasih juga untuk segala puja-puji, inspirasi[1] yang telah Anda tujukan kepada saya. Saya sungguh merasa tersanjung. Walau sejatinya, dibalik semua yang Saudari tulisakan, saya hanya mempunyai beberapa maksud:

Pertama,

Saya menyadari sepenuhnya, bahwa saya adalah seorang guru, sekaligus dosen. Sadar bahwa keguruan saya dan kedosenan saya, merupakan rahmat sekaligus amanah dari Allah SWT yang perlu saya pertanggungjawabkan kepada-Nya. Sebab itu saya mencoba menampilkan diri sebaik dan sepantas mungkin. Saya tak ingin menyia-nyaiakan segala barokah yang telah Allah berikan pada saya.

Kedua,

Saya besyukur bahwa Saudari (sebagai calon guru) masih mempunyai rasa malu ketika terlambat kuliah. Semoga hal baik ini juga akan merambat - merasuk kedalam sukma Anda sebagai penggugah semangat, ketika Anda mendidik dan mengajar kelak. Saya bersyukur bahwaSaudari malu kalau terlambat[2]. Malu jika tak mempersiapkan diri ketika mau kuliah. Semoga kelak, ketika Anda telah menjadi gurujuga malu ketika tak mau belajar lagi, bahkan malu…ketika menjadi guru hanya sekedar ‘memindahkan’ ilmu tanpa mau berpacu – berkreasi untuk maju.

Ketiga,

Saudari Tarmini, guru- dosen juga manusia. Dan sebenarnya kepada para guru – dosen, sebagian kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara ini, dipertaruhkan. Mereka mendidik putra – putri bangsa. Namun, kadang saya tidak mengerti. Mengapa sekolah tempat menyelenggarakan pendidikan, kadang kurang mendapat perhatian serius? Saya lebih prihatin lagi jika mendengar guru datang ke kelas hanya sekedar mengajar tanpa mengenal profesi kependidikan?[3]Saya prihatin, ketika  pedagog tidak tahu duduk persoalan:  siapa dirinya dihadapan siswa maupun mahasiswanya, siapa dirinya ditengah masyarakat, bahkan tidak tahu siapa dirinya sendiri[4].

Nah, saudari Tarmini, demikianlah jawaban saya. Semoga surat  ini cukup memberikan pengertian kepada Anda, akan dedikasi: tugas dan tanggung jawab saya.

Sekian dan terimakasih.

Hormat saya,

Johan Wahyudi

[1] Dalam banyak hal (disadari atau tidak), guru – dosen adalah inspirasi bagi para muridnya. Pengalaman tersebut telah dituliskan oleh St. Kartono, 2011, Menjadi Guru untuk Muridku, Yogyakarta: Kanisius.

[2] Tulisan ini juga terinspirasi buku karangan Ad Rooijakkers, 2007, Cara Belajar di Perguruan Tinggi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Walter Pauk, 1984, How to Study in College, Boston: Houghton Miflin.
[3] Bdk. Hamzah B. Uno, 2009, Profesi Kependidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

[4] Secara filosofis, setiap saat guru perlu menantang diri untuk berani bertanya “Who am I”. Keberanian untuk mempertanyakan diri, akan menjadikan hidup guru terasa indah. Indah karena berbagi dan bersinergi dengan yang lain (siswa, masyarakatdan semakin menguatkan dirinya sendiri, ketika harus lelah bahkan 'terpuruk' karena situasi).

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan: cuma surat fiktif, sekaligus sarana edukasi diri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline