Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Menulis dengan Sadar

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"Budimu akan menuntunmu, agar apa yang kau tuliskan mewakili isi hatimu"

Sepenggal kalimat  sederhana itu terselib diantara catatan sekolahku.  Saat itu aku sedang "babak belur" mengerjakan tugas akhir. Di satu sisi aku harus segera menyelesaikannya, di lain sisi kedua orang tuaku sakit, dan di rawat di rumah sakit.  Jarak rumahku dengan sumah sakit tidak  jauh, cuma dua hari tiga malam, naik bus kota. Bersyukur, bahwa  adikku laki-laki dan kakakku perempuan menyediakan diri untuk menunggui orang tuaku yang sedang sakit.

Antara gundah, antara harap - harap cemas, aku hanya bisa berdoa, semoga kedua orang tuaku segera sembuh. Dan Yang Mahakuasa, yang maha baik itu mendengarkan doaku. Kuyakin juga karena doa kedua orang tuaku,  hingga  aku dapat menyelesaikan tugasku dengan baik.

Seperjalanan waktu, kuketahui  mengapa semua berjalan dengan baik?  Aku mulai merunut, rupanya jika segala sesuatu dijalani dengan sadar, semua menjadi terkontrol. Dan menurutku, hal tersebut berlaku juga dalam menulis. Menulis, yang terkontrol - sadar.

Menulis dengan sadar

Keunggulan manusia terletak dalam budinya. Budi itu mampun menyadarkan dan membangkitkan cita rasa kemanusiaan. Jika manusia melakukan aktifitas, menulis  misalnya; dan aktifitas tersebut dilakukan dengan sadar, maka tulisannya akan "lain".  Lain dalam arti: baik, runut, jelas dan enak dibaca.  Setidaknya hal tersebut pernah dituliskan oleh beberapa pengarang buku panduan menulis seperti: Luwi Ishwara (KOMPAS, 2011), Arswendo Atmowiloto (Gramedia, 2011) dan Wahyu Wibowo (KOMPAS, 2011).  Beberapa pakar bahasa seperti Gorys Keraf, JS Badudu, Harimurti Kridalaksana, telah menunjukkan hal tersebut, terbukti dengan hasil tulisan mereka yang amat berkualitas.

Beberapa ciri tulisan yang disadari

Sebenarnya, amatlah sederhana untuk 'mendeteksi' apakah sebuah tulisan itu ditulis dengan sadar atau tidak.

Pertama,
Tulisan tersebut menggunakan logika-pikir-tulis atau tidak (bdk. Gorys Keraf, 2007). Sebagai perbandingan, menulis asal tulis, selain menguras-menghamburkan  tenaga dan pikiran juga menumpulkan cita  olah kata. Sementara menulis dengan sadar akan semakin menajamkan otak-budi manusia dalam mengolah fakta, mencerap rasa dan menuangkannya secara kritis.

Kedua,
Tulisan yang disadari juga mau menyampaikan secara gamblang (jelas), apa maksud hati penulis. Dengan maksud  tersebut, diharapkan pembaca bisa mengerti lebih jauh, dan memahami lebih dalam gagasan yang ingin disampaikan penulis. Kejelasan tulisan tersebut juga mencakup tata kalimat (subyek, predikat, obyek - keterangan), pun mencakup 'penggayaan' kalimat, dan seterusnya.

Ketiga,
Menulis dengan sadar pastilah juga membawa efek yang positif bagi pembacanya. Tulisan yang tersadari, biasanya membawa daya reflektif bagi pembacanya. Minimal, semakin meningkatkan daya jelajah baca seseorang. Dan  maksimal semakin mendayakan apresiasi seseorang akan nilai sebuah goresan kata.
Orang yang menulis secara reflektif, biasanya juga tak sekedar mencurahkan isi kepalanya dalam kertas melalui pena, tetapi juga mencurahkan isi budinya dalam kesanggupan memilah yang baik, penting, perlu untuk disampaikan kepada pembaca (bdk. Imam Robandi, 2008)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline