[caption id="attachment_139730" align="alignleft" width="300" caption=""Andaikan kau peduli, mawar tak akan berduri" (gbr. Google)"][/caption] Kusediakan waktu membacamu. Kau tak peduli. Mungkin karena kau sedang sibuk menyusun pembelaanmu. Pembelaan bahwa kau orang hebat, dan orang berpangkat. Orang hebat kata-katanya harus "berpangkat". Subyek, predikat, obyek, pelengkap obyek, keterangan....obyek penderita....dan seterusnya. Kata berpangkat dan panjang melanglang, aku tak doyan. Aku bisa mumet bin pusing, bahkan kata-katamu bisa bau pesing karena tutur katamu bagai orang nungging. Oh orang hebat, sederhanakanlah katamu. Pijakkanlah bahasamu di bumiku Indonesia. Kucoba merunut apa maksud tulisanmu, masih juga ku tak mengerti. Aku yang dungu ataukah engkau yang gagu. Gagap dan gugup merangkai kata? Gagap dan gugup dalam bekerja. Ah, ... orang hebat memang harus berkata dengan hebat. Mulut mancung, bibir melambung... buihpun membubung. Ataukah orang hebat minimal kata-katanya kelihatan bermartabat, dan maksimal membuat isi kepalaku berguncang dan melompat?
Mungkin kau sudah lupa arti kalimat sederhana. Cukuplah menulis yang pendek-pendek. Mudah dimengerti. Ada subyek, predikat bahkan mana obyek. Yang lain katakanlah itu sebagai keterangan waktu, keterangan tempat....dan seterusnya. Andaikan kau kesulitan menulis secara pendek, pakailah kata yang sederhana, mudah dimengerti. Kata yang dakik menjolor langit, takkan kupahami. 'Daratkanlah' kata-katamu di bumi. Dalamkanlah di sanubari. Jika itu yang bisa kau lakukan, kau orang hebat...dan merakyat.
Kusediakan waktuku intuk membacamu. Masih juga tulisanmu tidak jelas. Gelarmu yang berarak-arak, bukanlah ukuran. Ukuran pemecah masalah. Kantongmu yang tebal, bisa jadi ukuran bebalmu. Rambutmu yang klimis, bisa jadi seamis selingkuhmu. Selingkuh kata, selingkuh jabatan...bahkan selingkuh tunggangan (kendaraan, red), dan membuat orang miris. Tulisanmu kuharap jelas, supaya aku mengerti dengan jelas dan mengerjakankan perintahmu secara tuntas.
Andaikan kau peduli, pastilah aku masih di sini. Mencintamu dengan bakti. Sayang, aku cuma jelata. Terbuang dari asa. Kau orang dipercaya. Tapi sayang, kau hanya pandai menyusun kata.... itupun tak bermakna.
Oh, andaikan kau peduli, mawarpun tak kan berduri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H