[caption id="attachment_117657" align="alignleft" width="300" caption="pengkhotbah..... (gbr. dari Google)"][/caption] Menggelegar, berbusa-busa bahkan air liurnya sampai beberapa kali muncrat. Begitulah yang kulihat pada diri Pengkhotbah itu. Mungkin karena ia masih muda. Mungkin karena ia baru selesai studi (menyelesaikan S...S....dan S...yang kesekian kalinya), hingga lupa, bahwa ia berbicara harus membumi. Membumi, bahwa kata-kata yang keluar dari mulut; mestinya yang sederhana, tepat dan yang mudah dimengerti. Apalagi untuk kami yang wong ndeso ini. ".....saudara-saudari yang terkasih, jika Allah mempunyai kehendak, semuanya bisa mendadak. Penghendakannya itu bisa simultan, bisa konstan....namun tak arogan". Sepotong kalimat kudengar jelas....las. Entah mengapa .....nyut....nyut ... kepalaku.... "Mas Marsudi....". Aku menoleh. Ternyata yang menyapa mbah Trimo, tetanggaku yang kurang dapat mendengar dengan baik (kurang pendengaran). "Ya Mbah...". Jawabku. "Itu yang khotbah saru...jorok ya, nggak pantas". "Lo, ada apa to Mbah?" "Mosok, khotbah kok nggak jelas, apalagi ngrembuk - membahas - kutang (BH). Duh....tambah nyut-nyutan kepalaku......???? -------------------------------------------- Pasti berbeda arti, antara konstan dan kutang.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H