Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

14 Februari: Trauma Sudarmi

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1297655509472399809

[caption id="attachment_89113" align="alignleft" width="300" caption="trauma .... (gbr. pinjam google)"][/caption]

Nama lengkapku Valentina Sri Sudarmi.  Aku lahir tigapuluh enam tahun yang lalu. Lahir  dari seorang ibu medhok totok tak bisa berbahasa Indonesia, plus tak berpendidikan.

Tiga puluh enam tahun yang lalu, ibuku diperkosa oleh tiga orang laki-laki (kini aku lebih pas menyebut mereka sebagai bajingan, tukang kangkang). Satu orang sebenarnya pacar ibuku, ia yang selalu  datang ke rumah. Dua orang yang lain adalah teman dari pacar ibuku (begitulah bahasanya).

Suatu ketika, tanggal 14 Februari, ibuku diajak pesta. Katanya itu pesta hari kasih sayang.  Valentinan. Tapi ketika pesta hampir usai ibuku diberi minuman yang membuat kepalanya kliyeng-kliyeng, pusing. Polos dan ya saja,  ketika ibuku diajak - mau diantar pulang.

Namun rupanya, pacar ibuku dan kedua sahabatnya tak mengantar ibu pulang. Ia pergi ke tempat kosnya. Di kamar kos itulah ibuku digagahi pacar ibuku bersama dua orang temannya.  Ketika tersadar, ibuku cuma merasa badannya remuk, muk.  Dan dalam kondisi sakit tak ketulungan, ibuku diantar pulang.

Pacar ibuku cuma mengantar sampai di depan rumah. Karena hari telah pagi, kurang lebih jam tiga dini hari. Dua malam berikutnya, pacar ibuku datang kerumah. Ia mohon maaf atas kejadian tanggal 14 Februari itu. Ia menyakinkan, bahwa pacar ibuku mau bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Alasannya ia memang sayang dengan ibuku.

Manis di bibir manis di mulut. Lacur, kata yang tepat. Begitu tahu ibuku berbadan dua (hasil kroyokan laki-laki bajingan itu), pacar ibuku pergi, entah kemana. Ibu mencari di tempat kosnya, tak ada.  Dicari di keluarganya tak pernah ketemu, demikian juga ke tempat kerjanya, tak ada. Ia sudah mengundurkan diri dari tempat kerja itu. Hingga aku melihat terangnya dunia, aku tak pernah melihat seperti apakah wajah laki-laki yang mengangkangi ibuku (maaf).

Valentina Sri Sudarmi itulah namaku. Nama yang mengingatkan akan tanda kasih  (valentine), tapi kasih yang disalahgunakan.  "Sri" dan "Su" yang berarti kemuliaan yang lebih. "Darmi - darma" bentuk pemberian, bakti hidup bagi yang lain. Bagi ibuku,  bibir itu bisa mengatakan apa saja tentang kasih sayang. Bibir itu bisa mengartikan apa saja tentang darma hidup dan laku. Namun bagiku, cinta - kasih sayang itu tak bisa hanya untuk berbasa-basi.

Jika orang lain bisa merayakan hari valentine, aku cuma ingat pembantaian oleh kaisar Klaudius (tahun 268-270). Ataupun pembantaian di Chicago pada 14 Februari 1929 pada hari Valentine.  Namun terlebih aku akan selalu ingat manakala ibuku bercerita, bahwa dirinya 'dibantai' laki-laki yang mengatasnamakan cinta yang tak lebih dari nafsu untuk menggagahi.

Jujur, hingga saat ini aku tak tertarik dengan valentin-valentinan, apalagi perayaannya. Huh.... Apalah itu?. Orang bisa mengasihi - mencintai tanpa harus basa-basi, pesta sana, pesta sini.  Valentinan bagiku lebih merupakan sikap hidup, menghargai hidup orang lain tanpa  membantai membunuh dan membinasakan. Termasuk juga membinasakan karekter hidup. Apalagi membinasakan demi nama Allah...Allah yang mahabesar pula.

Sahabat,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline