Di pasar yang "gagah dan megah" itu,
yang tempatnya bersih,
dingin,
ruangan berbau harum,
harga sayuran itu sekilo 10.000 rupiah.
Ketika membayar dikasir,
menggunakan uang pas.
Selesai, pulang.
Sayuran yang sama,
di pasar tradisional (tak jauh dari kompleks saya tinggal)
harganya 8.000 rupiah,
tempatnya (pasar tersebut) agak becek,
manusia berdesak-desakkan....
bau keringat kecut nan masam...
tapi bisa menawar harga,
berdialog,
jika pintar "merayu" jatuh harga 7.000 rupiah.
Aku cuma merasa,
selisih 2.000 rupiah itu tak berarti ketika
aku bertemu manusia, manusia yang bisa bertegur sapa, manusia yang punya rasa.
Ditempat terakhir itu rasanya lebih "dimuliakan" kemanusiaan dan hidupku,
jika dibanding aku bertemu dengan angka-angka mati.
Tak bisa ditawar.
____________________________________
*) Kadang kurasakan hidup didunia ini seperti belanja saja, majukan diri, menawar membeli... seperti dipasar... ada "selisih harga".... de es te.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H