Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Saya Mengagumi Soeharto: Cuma Percikan Pribadi

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_295707" align="aligncenter" width="225" caption="Pernah Menjadi Presidenku (sumber gbr. http://en.wikipedia.org/wiki/Suharto)"][/caption] Entah anda setuju atau tidak, tetapi saya masih mengagumi (alm) pak Soeharto, beliau pernah memimpin negara ini. Berikut ini saya paparkan rasa kagum itu:

  • Pertama: Saya masih diberi kesempatan untuk sekolah, dengan biaya murah. Dari SD, SMP hingga selesai pendidikan tinggi. Semuanya masih terjangkau (saya cuma anak petani). Tak sulit mendapat beasiswa, dengan syarat misalnya: nilanya semua 8, dan nilai tersebut tak boleh turun (kurang dari 8).
  • Kedua: disekolahku, bahkan sampai dikampusku, tak pernah terjadi siswa berantem, berkelahi. Kami sangat menghormati guru, menghormati dosen plus profesor kami (lagu lama, bagi kami, dulu....dulu....guru adalah pahlawan; nggak tahu sekarang...).
  • Ketiga: ketika pak Harto berkunjung kekampungku, aku masih Sekolah Dasar(SD), aku ingat betul, beliau berpesan, "Saudara-saudara, sekali-kali tanah persawahan ini jangan dijadiken perumahan. Kalau bisa menambah areal sawah, jangan mempersempitnya. Saya ingin swasembada beras (waktu itu aku nggak tahu arti swasembada beras)".
  • Keempat: negaraku aman. Kuakui, maling amat jarang terdengar beraksi di negaraku. Kami sekalipun kecil dilibatkan untuk menjaga lingkungan masing-masing. Ada pos ronda. Ada BABINSA masuk desa (aku nggak ingat lagi apa itu BABINSA, yang kutahu kayak ABRI). Negaraku masih "punya gigi" jika menghadapi negara tetangga. Nggak pernah terdengar negara tetangga nginjak - melecehkan negara kami.....
  • Kelima: kekagumanku juga masih sekitar keamanan. Teman-temanku jika ditanya, "Kalau kau besar, kau mau jadi apa. Apa cita-citamu?" Mereka menjawab, "Mau jadi ABRI, tentara  (seingatku TNI masih terdiri Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Angkatan Darat serta Kepolisian), mereka itu rukun-rukun". Kuyakin, pak Harto menyatukannya dengan baik. Menyatukan dengan rakyat. Beliau tak membedakan.... Bahkan aku masih ingat dua kali desaku kena program ABRI Masuk Desa (AMD). ABRI dekat dengan rakyat lo saat itu....
  • Tentang pendidikan agama. Disekolahku ditanamkan betul apa arti, "menghormati" agama dan kepercayaan orang lain. Aku (kalau nggak ingat) istilah "bagiku agamaku, bagimu agamamu" atau apalah semacam itu, istilah tersebut kami junjung tinggi....  Saya orang Katolik, namun saya selalu mendapat tempat dihati teman-temanku yang Muslim. Mereka baik sama saya. Kami saling menjaga kepercayaan itu.
  • Ketujuh: aku masih ingat. Bapakku pasang listrik cuma 250 ribu rupiah. Itupun listrik nggak pernah byar-pet. Pak Harto memikirkan betul apa artinya "penerangan" bagi orang kecil, seperti keluarga kami. Sekarang aku tak tahu, berapa biaya pasang listrik; mungkin sudah jutaan ya?
  • Kedelapan. Suatu ketika ada suster kerumah kami. Mereka memberi penyuluhan, makna dan pentingnya Keluarga Berencana (KB). Mamakku sebenarnya waktu itu takut, karena "sedikit dipaksa" ikut KB. Tapi rupanya petugas KB, tak pernah jemu memberi penyuluhan tentang hal itu. Bahkan hampir tiga hari sekali ada film layar tancap (misbar-gerimis bubar) gratis....isinya juga tentang KB....  Pak Harto, "jago untuk menekan" laju pertambahan penduduk.
  • Jaman pak Harto tak susah mencari pekerjaan. Lapangan kerja cukup tersedia. Andaikan mau bekerja keluar negeri sangat ketat seleksinya. Beliau pernah berpesan dalam satu wawancara dengan tenaga kerja yang akan berangkat keluar negeri, "JANGAN MEMALUKEN NEGARA. Anda pahlawan bagi Indonesia". Memang tak mengherankan, karena beliau amat memerhatikan para tenaga kerja yang ada diluar negeri.
  • Aku masih ingat, waktu itu di balai desa kulihat ada dua karung besar-besar. Tapi ada darah mengalir dari sana... Rupanya (menurut kepala desa) ada orang jahat yang mati dibunuh oleh penembak misterius. Sampai sekarang saya tak tahu siapa orang yang ditembak itu; dan siapa penembaknya. Tapi efeknya bagus, kejahatan tidak merajalela.....
  • Oh iya, saya selalu ingat senyum pak Harto. Senyum yang ramah, banyak arti, tapi senyuman itu TEGAS, tidak ragu.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline