Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Rampok... Rampok... Rampok

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sudah delapan hari ini, telinga, mata dan isi kepalaku dijejali kata-kata itu. Rampok... rampok... rampok. Penjejalan itu amat terasa melalui media cetak maupun elektronik. Bahkan ibu-ibu, sambil nyiapkan buka puasa, pembicaraannyapun tak jauh dari hal tersebut.  Apa hebatnya obyek yang dirampok itu, sehingga perampokan itu menjadi bahan pembicaraan bahkan terjadi di tanah air Indonesia raya ini? Antara lain:

Pertama

Disatu sisi, orang Indonesia itu sudah makmur-makmur, tercukupi alias sudah loh jinawi. Coba bayangkan, jika sampai ada orang luar negeri merampok di Indonesia, kupikir itu suatu bentuk "pengakuan", bahwa kita ini makmur, hebat 'kan?. Tak ada, atau jarang orang mau merampok orang miskin. Betul. Dilain sisi, karena saking makmurnya, saking kayanya jadi terlena. Lupa waspada (istilah bang Napi di RCTI), maka perampokan terjadi. Andaikan waspada, akan jarang terjadi perampokan.

Kedua

Perampok tahu, bahwa  barang yang mau dirampok itu ada.  Jelas mereka menganalisa, mempelajari dengan baik. Contoh: Merampok kayu dihutan Kalimantan? Barangnya (kayu) ada tinggal cres...cres brug-brug... selesai.  Angkut.... mudahkan?

Ketiga

Perampok tahu kondisinya  memungkinkan untuk beraksi. Contoh, dua orang muda-mudi pacaran. Mereka  pacaran ditempat khusus, semak belukar pinggir jalan. Ketempat itu mereka naik sepeda motor. Mereka  pacaran sudah kebablasan, yang satu buka baju, yang lain buka celana.  Perampok itu tahu motor diparkir dipinggir jalan, sementara yang empunya sedang buka baju dan yang lain buka celana....ya motor diangkut saja. Tak mungkinlah orang yang sedang berpacaran, asyik masyuk itu mengejar (iyo...wong satu buka baju, satunya buka celana) hi....

Lalu? Kesimpulannya sederhana, jangan pernah lengah. Waspada itu perlu. Kemudian, banyaklah-sedekah-memberi-dengan-ikhlas. Memberi  ikhlas itu lebih berbarokah daripada dirampok paksa, sakit dirasa.  Hidup yang lurus-plus bener, pasti nggak klenger (pingsan-nggak sadar) nan keblinger (sesat - salah jalan). Lho....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline