Di era globalisasi pelaku penyimpangan seksual atau kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgander (LGBT) menjadi semakin kompleks dan menjadi isu sensitif di era globalisasi yang semakin berkembang. Mereka tidak hanya menuntut hak-hak mereka harus dihormati, tetapi juga berjuang agar hubungan sesama jenis dapat dilegalkan.
Aktivis LGBT merupakan fenomena yang merebak di era globalisasi sebagai bentuk penyimpangan seksual yang sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang salah. Pelaku LGBT bisa terus bermunculan dan berkembang di Indonesia karena ada beberapa faktor pendorongnya, tidak hanya hormon saja namun faktor lainnya juga. Seperti kekecewaan hubungan asmara atau pun trauma kekerasan seksual yang pernah dialami, dan ketidak harmonisan keluarga yang disertai dengan kekerasan juga bisa menjadi salah satu faktor pendorong orientasi seksual yang berbeda.
Melihat peningkatan jumlah pelaku LGBT menjadi semakin mengkhawatirkan.Terutama di kalangan anak-anak, remaja maupun orang dewasa jumlah aktivis LGBT yang terus meningkat. Selain itu aktivisme individu maupun kolektif LGBT juga dapat terminor jelas dan cukup tinggi di kalangan masyarakat dan media maya yang semakin luas.
Persoalan LGBT sejauh ini masih menjadi kontroversi lantaran menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Ada sebagian masyarakat menutup simpati dan empati kepada pelaku LGBT dengan dasar norma, agama, dan adat sesuai yang dianut masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap LGBT menyalahi segala aspek dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Fenomena LGBT juga merupakan salah satu bentuk penyimpangan yang tidak dapat dibenarkan karena dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap perkembangan generasi muda dalam proses mencari jati diri mereka yang sebenarnya. Sehingga para orang tua sangat mengkhawatir jika anak mereka akan terjerumus ke dalam kelompok LGBT tersebut.
Di satu sisi, era globalisasi telah menciptakan platform yang lebih besar bagi pelaku LGBT untuk menyuarakan hak-hak mereka dan meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang mereka hadapi. Platfrom media sosial, internet, dan konektivitas global memungkinkan cerita LGBT tersebar luas.
Namun disisi lain, globalisasi juga telah memunculkan resistensi yang kuat terhadap perubahan tersebut. Di berbagai negara, aspek konservatif dan norma sosial yang kuat masih mempengaruhi persepsi negatif terhadap kelompok LGBT. Diskriminasi, kekerasan, dan kecurigaan terhadap individu LGBT masih menjadi kenyataan yang memprihatinkan.
Persepsi terhadap pelaku LGBT ini masih sangat kompleks dan bervariasi tergantung pada banyak faktor dan pengaruh yang cukup signifikan. Sigma dan diskriminasi yang terjadi memberikan tekanan psikologis yang berpotensi merusak kesehatan mental individu LGBT yang dapat menyebabkan masalah seperti depresi, kecemasan, dan isolasi sosial.
Di era globalisasi ini fenomena LGBT tidak dapat dihindari, namun tidak dapat di biarkan terus berkembang tanpa adanya upaya pencegahan atas dasar alasan hak asasi manusia. Bagaimana pun LGBT merupakan kelompok minoritas, namun kelompok LGBT juga berhak mendapatkan perlindungan hukum dan rasa aman.
Tumbuh kembang anak terhadap terjaringnya aktivis LGBT mencakup aspek-aspek penting yang perlu diseimbangkan secara proposional. Seperti spiritualistas, fisik, intelektual, emosional, sosial, moral, seksual, dan ekonomi. Pentingnya konseling dan dukungan psikologi terhadap perilaku LGBT yang terjaring. Maka akan tercapai pemahaman dan penyadaran tentang bahaya yang ditimbulkan dari perilaku LGBT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H